Kenapa Bangga Berbuat Jahat dan Dosa?

Kenapa Bangga Berbuat Jahat dan Dosa
Foto ilustrasi from Istockphoto

OPINION, ruber.id – Tidak ada satu orang pun di dunia ini yang tidak tahu pahitnya jadi orang jahat, dunia maupun akhirat.

Pakai narkoba misalnya, sudah jelas merusak badan, menghabiskan uang, risiko tinggi terkena virus HIV dan hepatitis C.

Gaul bebas? Bisa hamil, aborsi, juga aneka Penyakit Menular Seksual (PMS).

Tapi kenapa, masih banyak orang yang mau berbuat jahat?

Lebih Senang Enaknya dari pada Risikonya

Ketika ada remaja yang mabuk, ia hanya berpikir kenikmatan yang bakal didapatnya sesaat.

Itulah pikiran orang yang dangkal. Tidak jernih dan mendalam.

Dan di dunia ini, sayangnya lebih banyak orang yang berpikir dangkal ketimbang yang jernih dan mendalam.

Lebih banyak orang yang memilih tidur, ketimbang melaksanakan salat malam.

Kemudian, lebih banyak orang yang ingin cepat kaya dan populer dengan mengambil jalan pintas dari pada kerja keras.

Lebih banyak orang yang memilih menjadi orang pelit dan bakhil, ketimbang dermawan.

Baca juga:  Berkepribadian Istimewa

Perbuatan Maksiat Banyak Dikerjakan Orang

Manusia, suka termakan hukum opini. Apa yang dikerjakan banyak orang itu dianggap baik dan benar.

Standing party, contohnya, kebiasaan makan sambil berdiri. Ini sudah menjadi budaya pesta.

Awalnya mungkin banyak orang yang canggung. Tapi setelah itu ditiru, karena ekonomis, dan tidak banyak menyewa kursi.

Karena merasa banyak yang mengerjakan perbuatan salah, akhirnya orang tidak merasa itu sebagai kesalahan.

Sebaliknya, yang tidak mengikuti apa yang dikerjakan banyak orang akhirnya dicap salah.

Berbuat Aneh Itu Ngetop dan Ngepop

Jadi orang baik, memang tidak populer.

Menjadi remaja yang rajin salat, tidak akan terkenal.

Jadi muslimah yang berkerudung, tidak akan disorot kamera.

Dan menjadi remaja yang rajin dakwah, tidak bakal beken.

Kenapa? Karena jadi orang baik, dirasa tidak menghibur banyak orang. Kurang gregetan.

Di dunia ini, hampir tidak ada tempat untuk populer bagi remaja yang saleh dan salehah.

Baca juga:  Pemdes Nanjungwangi Surian Sumedang, Bangun Jalan Lingkungan dengan Dana Desa

Jangankan untuk orang yang saleh dan salehah, untuk orang pintar pun nyaris tak ada tempat.

Ketika pelajar Indonesia menggondol gelar juara umum Olimpiade Sains, penghargaan mereka tidak setinggi langit.

Seperti yang diberikan pada Putri Indonesia, atau pemenang kontes Indonesian Idol.

Jadi, orang saleh dan salehah dan pintar memang tidak akan heboh.

Kebatilan Lebih Sering Dikampanyekan

Seorang filsuf bernama Al Douse Huxley, dalam Brave New World menuliskan kalau kebenaran itu adalah kebohongan dikalikan dengan 62.0000.

Semakin sering kebohongan dan kebatilan dipropagandakan, semakin diyakini orang sebagai kebenaran.

Untuk mengampanyekan sebuah kebatilan yang sudah jelas korbannya umat Islam, maka media bisa memainkan peran apik dalam membungkus opini terorisme.

Terorisme yang sejatinya sasaran tembaknya kaum muslim, dibuat seolah-olah legal. Dan dijadikannya apa yang mereka sebut ‘teroris’ sebagai common enemy alias musuh bersama masyarakat.

Baca juga:  Cinta Itu Fitrah

Opini itu, berhasil dengan semakin phobinya masyarakat dengan simbol-simbol Islam.

Jadi Orang Baik Hasilnya Tidak Seketika Kelihatan

Berbuat baik, sering kali imbalannya tidak seketika.

Sudah begitu, balasan kebaikan yang diberikan Allah juga sering kali tidak nyata.

Begitu pula ketika kita berzakat dan bersedekah, kebaikannya tidak terasa langsung, misal uang kita jadi bertambah banyak.

Yang terasa, uang kita malah berkurang setelah bersedekah dan berzakat.

Orang lebih berbicara untung-rugi. Yang lebih dikedepankan unsur manfaat. Bukan unsur perintah syariat.

Bagi seorang muslimah, misal, apa manfaatnya kalau saya pakai jilbab dan kerudung?

Jika dirasa ada manfaatnya, jilbab dan kerudung dipakainya.

Itulah beberapa alasan, kenapa banyak orang sering merasa bangga dengan dosa dan berbuat jahat.

Semoga kita terhindar dari berbuat yang demikian.

Semoga Allah SWT, selalu menjaga dan melindungi kita. Wallahu a’lam bishshawab.