BERITA JAWA BARAT, ruber.id – Demam Berdarah Dengeu (DBD) merupakan ancaman penyakit yang diwaspadai di musim penghujan.
Untuk itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat telah mengantisipasi ancaman penyakit DBD ini, melalui sejumlah strategi.
Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tidak Menular Dinkes Jabar Widyawati, mengatakan pihaknya telah melakukan antisipasi dengan mengirimkan surat edaran pada setiap daerah agar waspada DBD.
“Terlebih, saat ini kondisi cuaca tidak bisa diprediksi, dengan curah hujan yang cukup tinggi.”
“Nyamuk betina jadi lebih produktif, dan perkembangbiakannya terasa lebih cepat,” katanya, Selasa (22/1/2019).
Dinkes Jabar, tambah Widyawati, telah menyiapkan disinsfektan dan bubuk abate untuk didistribusikan ke kota dan kabupaten. Tetapi, jumlahnya terbatas.
“Sebetulnya, hal lebih penting yang perlu ditekankan dari tingginya kasus DBD ini adalah perilaku hidup sehat dan hidup bersih.”
“Itulah yang paling dominan yang bisa mengantisipasi serangan DBD,” ujarnya.
Menurut dia, di Provinsi Jabar, jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) pada tahun 2018 lalu mengalami penurunan dibanding tahun 2017.
“Sepanjang tahun 2018 terdapat 11.107 kasus DBD, dan jumlah penderita yang meninggal dunia sebanyak 55 orang.”
“Sedangkan tahun 2017 tercatat 11.422 kasus, 56 orang di antaranya meninggal.”
“Dalam dua tahun, kasus dengan korban meninggal paling banyak terjadi di Kabupaten Cirebon, yakni 10 orang,” kata Widyawati.
Pada tahun 2018, kasus yang terjadi di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung paling dominan.
Di Kabupaten Bandung, terjadi 2.124 kasus, sedangkan di Kota Bandung sebanyak 2.826 kasus.
Widyawati menambahkan, penurunan jumlah kasus DBD di Jabar memperlihatkan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Walaupun di sisi lain, masih terdapat wilayah dengan angka kasus DBD tinggi, karena PHBS-nya belum merata.
“Bisa jadi, daerah yang rentan terhadap DBD itu karena wilayahnya memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi dengan mobilitas warga yang tinggi pula.”
“Kemungkinan lain, karena terlambatnya penanganan dan pelayanan kesehatan,” katanya.***