Kurikulum Merdeka, Pilihan Tepat Pasca-Pandemi

Kurikulum Merdeka, Pilihan Tepat Pasca-Pandemi

BERITA EDUKASI, ruber.id – Kurikulum Merdeka, menjadi pilihan pembelajaran yang tepat untuk dijalankan pasca-pandemi Covid-19.

Sebab, selama dua tahun pandemi Covid-19, proses belajar mengajar di Indonesia mengalami pembatasan tatap muka secara langsung.

Sehingga, kondisi ini membuat para pelajar di Indonesia, harus menjalani aktivitas belajar mengajar melalui media daring atau online.

Di mana, dalam menunjang proses belajar daring tersebut, rata-rata menggunakan aplikasi Zoom.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Zulfikri menyebutkan, pandemi Covid-19 membuat proses belajar mengajar menjadi monoton. Tidak ada aktivitas nyata yang bisa dilakukan oleh para pelajar.

“Oleh karena itu, pemerintah menerapkan Kurikulum Merdeka. Sebagai wujud kepedulian kepada para pelajar supaya bisa bangkit dari pandemi,” kata Zulfikri. Saat mengikuti Workshop Pendidikan, Sosialisasi Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran di Hotel Puri Khatulistiwa, Jatinangor, Sumedang, Sabtu, 26 November 2022.

Baca juga:  Alumni Fakultas Hukum Unpad: Mahasiswa Jangan Paham Teori Saja

Zulfikri menjelaskan, Kurikulum Merdeka ini menekankan agar guru bisa menciptakan suasana belajar yang lebih baik dan kondusif bagi para pelajar dan secara filosofis, lebih pro terhadap anak didik.

“Kurikulum Merdeka, menjadi pilihan dalam rangka pemulihan pembelajaran pasca-pandemi Covid-19,” jelasnya.

Karena, kata Zulfikri, selama pandemi Covid-19, anak sebagai peserta didik, telah merasakan kehilangan kesempatannya untuk belajar.

“Oleh karena itu, kurikulum ini, dirancang agar bisa lebih memberikan ruang untuk setiap anak, supaya reaktif dalam bertumbuh dan berkembang.”

“Sehingga, peserta didik atau anak-anak didorong untuk beraktivitas nyata di kehidupan sehari-hari,” ucapnya.

Zulfikri menyebutkan, rancangan Kurikulum Merdeka ini, dibuat sesederhana mungkin. Dan bisa diterapkan dalam situasi seminim apapun.

DPR Dukung Penerapan Kurikulum Merdeka

Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi, mendukung penerapan Kurikulum Merdeka ini.

Menurut Dede, kurikulum ini bisa diterapkan pada 2000 sekolah penggerak sebagai prototype. Sebelum nantinya, dapat diterapkan secara nasional.

Baca juga:  Pemkab Pangandaran Masih Berlakukan Surat Rapid Test Bagi Pengunjung Luar Jabar

Dede meminta, pemerintah untuk melakukan pengurangan beban materi. Sehingga hampir 50% bobot pembelajaran bisa dikurangi.

Karena selama dua tahun pandemi dan dengan sistem belajar daringnya, siswa merasa sudah terbiasa tidak terlalu terbebani kurikulum yang ada.

“Dari hasil survei Kemendikbud, learning lost (Kehilangan semangat atau waktu pembelajaran) itu bisa diturunkan sampai 40%,” kata Dede.

Dede menjelaskan, Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum darurat.

Sebab, kata Politikus Partai Demokrat ini, saat pandemi, banyak keluhan dari warga atau orang tua siswa, terutama yang terbebani dengan sistem belajar daring.

“Beberapa waktu lalu, siswa di Indonesia harus melakukan pembelajaran secara online saat pandemi. Ini membuat pemerintah, menggencarkan program Kurikulum Merdeka,” ucapnya.

Berkaca dari hal ini pula, pemerintah diminta untuk melakukan pengurangan beban pembelajaran di sekolah. Sehingga, 50% bobot pembelajaran bisa dikurangi.

Dalam penerapan Kurikulum Merdeka, kata Dede, sekolah penggerak yang sudah menerapkan kurikulum ini bisa dijadikan prototype.

Baca juga:  5 Kelebihan SMA Boarding School Dibanding Sekolah Lain

Kemudian, setelah menghasilkan satu angkatan bisa langsung dilakukan evaluasi.

“Apakah angkatan ini hasil output-nya menjadi lebih baik dari pada yang lain. Dibanding dengan angkatan yang menggunakan kurikulum yang lain atau malah sama saja.”

“Kalau memang baik, maka kita akan dorong secara bertahap, supaya dilakukan secara masif. Artinya, dilakukan untuk seluruhnya, dengan cara adopsinya perlahan-lahan,” katanya.

Dede menambahkan, kondisi infrastruktur di tiap daerah berbeda-beda.

Di mana, masih ada daerah sarana, prasarana dan infrastrukturnya tidak memungkinkan mengejar apa yang ada di kota besar.

“Jadi, ini membutuhkan effort dari Kementerian lainnya. Sehingga dengan cara seperti ini, penerapan Kurikulum Merdeka bisa dilakukan secara bertahap, dan dilakukan evaluasi untuk menutupi kekurangan yang ada, sebelum diterapkan secara nasional,” ucap Dede.