Mohammad Amin sendiri mengungkapkan, pembuatan film yang berisi nilai sosbud suatu daerah itu akan memberikan dampak tersendiri bagi daerah tersebut. Yaitu, dua di antaranya daerah menjadi terkenal dan mengetahui perspektif dari daerah itu sendiri.
“Pertama daerah itu sendiri menjadi lebih terkenal, jadi film sebagai sarana untuk sosialisasi atau promosi daerah. Yang kedua angle (atau) perspektif dari daerah itu sendiri seperti apa, jadi perspektif daerah itu bisa muncul gitu,” ucapnya.
Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah mengenai pembuatan film dengan mengambil perspektif intan. Di mana, kata intan tersebut merupakan satu kata kunci untuk memahami Garut.
“Saya sendiri jadi tahu, oh intan itu merupakan satu kata kunci untuk memahami Garut, dan kemudian ternyata ada kaitannya dengan gelar yang diberikan oleh Bung Karno terhadap daerah (Garut).”
“Nah seperti itu, nah itu kemudian menjadi selling point kalau menurut saya, jadi bagaimana itu menjadi alat komersialisasi,” kata Amin.
Guna mendukung film lokal sendiri, kata Amin, pihaknya menyiapkan bantuan promosi sebagai stimulan bagi industri maupun komunitas film hasil karyanya berhasil lolos kurasi yang dilakukan pihak Kemenparekraf RI.
“Rp100 juta kalau untuk komunitas ya, tapi kalau untuk industri ya banyaklah, Rp1.5 miliar untuk industri, dan itu promosi. Jadi filmnya sudah jadi tinggal dibantu promosi, tahun lalu kita bantu Rp1.5 miliar juga,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menuturkan, guna mendorong berkembangnya industri film maupun tumbuhnya bioskop-bioskop di daerah. Maka, para produsen film harus bisa menggali sosbuf dan kearifan lokal atau keunggulan di suatu daerah.
“Dengan hadirnya film-film bertemakan kearifan lokal, dapat mendorong tumbuhnya bioskop-bioskop di tiap kabupaten atau kota di seluruh tanah air,” katanya.