Kohati Cabang Tasikmalaya Gelar Diskusi Perempuan dalam Pemilu

Kohati Tasikmalaya
Diskusi publik Efektivitas 30% keterwakilan perempuan dalam penyelenggaraan Pemilu, Kamis (24/3/2022). ayu/ruber.id

BERITA TASIKMALAYA, ruber.id – Korps HMI-Wati (Kohati) Cabang Tasikmalaya menyelenggarakan Diskusi Publik dengan judul Efektivitas 30% Keterwakilan Perempuan dalam Penyelenggaraan Pemilu.

“Acara ini, bertujuan sebagai edukasi juga mengawal sejauh mana efetiktifitas peraturan ini diterapkan.”

“Kita ulas di forum untuk melihat siapkah SDM Kota tasik untuk memenuhi kuota ini dan akankah kota tasik menerapkan peraturan ini,” kata Anisa Yusuf, Koordinator Pelaksana diskusi.

Dengan mengundang Neni Nur Hayati, yang merupakan Direktur Eksekutif Deep Indonesia sebagai pemateri.

Hadir pula sebagai pemateri, Ade Zaenul, Ketua KPU Kota Tasikmalaya dan Ijang Jamaludin, Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya.

“Melihat penetapan anggota Bawaslu dan KPU di pusat itu kurang memenuhi atau belum sesuai dengan minimal 30% keterwakilan perempuan,” terang Anisa.

Baca juga:  Nyamar Jadi Pembeli, Kapolsek Tawang Amankan 95 Botol Miras di Jalan BKR Tasikmalaya

“Anggota Bawaslu pusat hanya ada satu orang perempuan dan KPU Pusat juga hanya ada satu perempuan saja,” sambung Anisa.

Dijelaskan dalam materi yang disampaikan Ijang, bahwa ada beragam faktor yang harus diketahui mengapa kuota ini tak terpenuhi.

“Melihat fakta, 27 kota/kabupaten di Jawa Barat ada 22 keterwakilan perempuan dalam pengawasan pemilu. Artinya, hanya 17% keterwakilan,” ucapnya.

“Faktornya ini salah satunya dogma agama, kita tak bisa abaikan itu karena kenyataannya ada. Maka dari itu, kita butuh Affirmation action,” tambahnya.

Ade Zaenul, juga turut menambahkan dalam konteks serupa.

“Ada hambatan yang sifatnya kultural dan struktural. Salah satunya pandangan agama, yang menempatkan perempuan dalam kelas dua.”

Baca juga:  Tambah 9 Pasien Baru, Konfirmasi Positif Covid-19 Kota Tasikmalaya Tembus 60 Kasus

“Ataupun pandangan masyarakat yang membentuk mindset sehingga perempuan dimarjinalkan, dan itu sampai ke wilayah-wilayah formal,” katanya.

“Ini perlu dibantu oleh regulasi dan UU. Inilah yang dinamakan affirmation action,” tambahnya.

Diskusi ini dihadiri 40 peserta dari kalangan mahasiswa, organisasi kemahasiswaan, dan anggota dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) se-cabang Tasikmalaya.

“Pentingnya partisipasi perempuan dalam penyelenggara Pemilu tentunya, menjadi hal yang penting untuk terwujudnya sistem demokrasi yang lebih inklusif. Dengan cara melibatkan perempuan secara langsung.”

“Dan besar harapan ke depannya untuk diskusi seperti ini berlanjut,” kata Siti Masitoh, Kohati Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.

Penulis: Ayu Sabrina/Editor: R003