Kerajaan Tarumanegara dan Parasasti Peninggalannya

Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. ils/net

KOPI PAGI, ruber.id – Sejarah berdirinya Kerajaan Tarumanegara bermula ketika Maharesi Jayasingawarman dari Salankayana, India, datang ke Indonesia.

Setelah diterima oleh Raja Dewawarman VIII di Kerajaan Salakanagara, ia dinikahkan dengan salah seorang putrinya.

Sejarah Awal Kerajaan Tarumanegara

Jayasingawarman kemudian membuka wilayah dan mendirikan Kerajaan Taruma pada 358 Masehi.

Raja Jayasingawarman berkuasa selama 24 tahun, dari 358-382 Masehi.

Kerajaan Tarumanegara mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Purnawarman, yang merupakan raja ketiga.

Purnawarman adalah penganut agama Hindu, aliran Vaisnawa.

Pada 397 Masehi, Purnawarman membangun ibu kota kerajaan yang letaknya lebih dekat ke pantai.

Kota itu diberi nama Sundapura, cikal-bakal kata Sunda sekarang.

Maharaja Purnawarman adalah raja yang gagah berani, bijaksana, dan sangat memerhatikan kehidupan rakyatnya.

Pada masa pemerintahannya, dilakukan penggalian Sungai Gomati sepanjang 12 kilometer.

Ini dilakukan untuk menghindari bencana alam seperti banjir ataupun kekeringan.

Perekonomian di kerajaan ini maju, dibuktikan dengan raja yang memberikan sedekah 1000 ekor sapi kepada para brahmana.

Penduduknya hidup dengan cara bertani dan sistem pemerintahannya sudah teratur.

Baca juga:  Keren Nih! Remaja Pecinta Musik asal Sumedang Kolaborasikan Musik Etnik dan Modern

Di bawah kekuasaannya, ada 48 kerajaan daerah yang dikuasai Tarumanegara.

Wilayahnya meliputi hampir seluruh Jawa Barat.

Mulai dari Banten, Jakarta, Bogor, dan Cirebon.

Selain itu, Kerajaan Tarumanegara telah menjalin hubungan diplomatik dengan China.

Pada 669 Masehi, Raja Linggawarman yang baru berkuasa selama tiga tahun wafat.

Takhta kerajaan secara otomatis jatuh ke tangan menantunya, Tarusbawa.

Pergantian kekuasaan ini menandai berakhirnya Kerajaan Tarumanegara.

Sejarah Kerajaan Tarumanegara bersumber dari sejumlah prasasti yang berasal dari abad ke-5 Masehi.

Prasasti tersebut diberi nama berdasarkan lokasi penemuannya. Berikut sejumlah prasasti tersebut.

Prasasti Kebon Kopi atau Prasasti Tapak Gajah

Lokasi prasasti ini di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Prasasti ini ditemukan pada awal abad XIX oleh N.W. Hoepermans.

Tertulis pada bongkahan andesit rata dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta.

Dinamakan Prasasti Tapak Gajah karena diapit oleh sepasang gambar kaki telapak gajah.

Prasasti Tugu

Lokasi saat ini Prasasti Tugu di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta Utara.

Baca juga:  Asal-usul Situ Cibeureum Tasikmalaya

Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum anustubh.

Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan Raja Purnawarman, Prasasti Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.

Prasasti Cidanghiang (Prasasti Munjul)

Lokasi prasasti ini di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kapubaten Pandeglang, ditemukan di tepi sungai Cidanghiang.

Prasasti ini tertulis dalam bahasa Sanskerta, dengan aksara Pallawa dan metrum anustubh.

Tampak keausan dan permukaan yang ditutupi lumut pada permukaan prasasti ini namun tulisan masih dapat dibaca.

Isi dari prasasti ini merupakan pujian dan pengagungan terhadap Raja Purnawarman.

Prasasti Ciaruteun

Lokasi Prasasti Ciaruteun di Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor ditemukan di aliran Sungai Ciaruteun, Bogor pada tahun 1863.

Prasasti ini terbagi menjadi dua bagian yaitu Prasasti Ciaruteun dan Prasasti Ciaruteun B.

Berdasarkan pesan yang terdapat pada prasasti, prasasti ini dibuat pada abad ke-V.

Prasati menginformasikan bahwa Kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Raja Purnawarman memuja Dewa Wisnu dipengaruhi oleh kebudayaan India.

Baca juga:  Tradisi Imlek Etnis Tionghoa di Indonesia

Prasasti Muara Cianten

Lokasi Prasasti Muara Cianten di Kampung Muara, Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.

Prasasti ini ditemukan pada tahun 1864 oleh N.W. Hoepermans dan beberapa tokoh lainnya.

Ukuran Prasasti Muara Cianten sekitar 2.7×1.4×1.4 meter dengan jenis batu andesit.

Hingga saat ini, isi prasasti ini belum dapat dibawa.

Sebab, menggunakan huruf sangkha atau ikal seperti huruf pada Prasasti Pasir Awi dan Ciaruteun B.

Prasasti Jambu (Prasasti Pasir Koleangkak)

Lokasi Prasasti Jambu di Desa Parakanmuncung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.

Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan Perkebunan Karet Sadeng Djamboe pada masa Kolonial Belanda.

Prasasti ini ditemukan pada tahun 1854 oleh Jonathan Rigg, diduga dibuat pada abad ke-V.

Tulisan pada prasasti ini dipahat pada batu menyerupai segitiga berukuran sekitar 2-3 meter tiap sisinya.

Tertulis dalam huruf Pallawa, dengan bahasa Sanskerta dan terdapat pahatan sepasang telapak kaki.

Penulis: Eka Kartika Halim/Editor: Bam