Demo Warga Sumedang di Proyek Tol Cisumdawu Diwarnai Aksi Adu Mulut

Demo Warga Sumedang di Proyek Tol Cisumdawu

BERITA SUMEDANG, ruber.id – Ratusan warga dari 7 desa Kabupaten Sumedang, demo dengan menutup akses menuju proyek Tol Cisumdawu, Jumat (17/12/2021).

Adu mulut antarwarga dan pekerja proyek tol sempat mewarnai jalannya aksi demo menutup akses menuju proyek tol ini.

Warga yang mengikuti aksi ini terdiri dari warga Desa Ciherang. Desa Margamukti, Desa Sirnamulya, Desa Girimukti, Desa Margaluyu, dan Desa Pamekaran.

Dan Desa Cigendel, Kecamatan Pamulihan.

Ada 333 Kepala Keluarga (KK) yang berasal dari 7 desa mengikuti aksi protes. Dengan menutup akses jalan menuju proyek Tol Cisumdawu ini.

Lokasi aksi tepatnya di Desa Ciherang, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang.

Latarbelakang dari aksi ini karena lahan milik warga yang terdampak proyek Tol Cisumdawu belum pemerintah bayar

Baca juga:  Sopir Truk Maut di Tanjungsari Sumedang Jadi Tersangka, Hukuman Penjara 12 Tahun

Selain itu, warga dari 7 desa di Sumedang ini juga menganggap, pemerintah membayar lahan warga tidak sesuai.

Adu mulut antara warga dengan pekerja proyek Tol Cisumdawu jyga sempat mewarnai aksi ini.

Aksi protes ratusan warga ini mendapat pengamanan dari pihak kepolisian.

Warga juga mengancam masih akan melakukan penutupan akses jalan menuju proyek pembangunan Tol Cisumdawu.

Jika, lahan warga belum juga pemerintah bayar dengan harga yang sesuai.

Mamay, salah seorang warga menyebutkan, aksi ini para pemilik tanah dan ahli waris lakukan. Karena, lahan yang belum pemerintah bayar dan tidak sesuai nilai jual.

“Jadi aksi ini kami lakukan karena lahan kami belum pemerintah bayar.”

Baca juga:  Sadesha, 231 Santri Diutus Wakili Desa di Sumedang ke Provinsi

“Harga ganti rugi yang keluar juga tidak sesuai dan tanpa ada kesepakatan dengan warga sebelumnya,” ucapnya.

Harga Tak Sesuai

Warga lainnya Yayat menyatakan bahwa, hinga saat ini, masih ada 333 bidang atau lahan yang belum pemerintah bayar.

Lahan dan bidang sebanyak 333 tersebut berada di 7 desa.

“Ini sudah sejak tahun 2010 lalu, hingga tahun 2021 belum pemerintah bayar,” katanya.

Selain itu, kata Yayat, harga yang pemerintah berikan juga tidak layak.

“Kami tidak pernah menerima undangan saat ada musyawarah. Untuk pengukuran, maupun penyesuaian harga lahan atau tanah yang terkena tol,” ucapnya.

Penulis/Editor: R003