Aktor Utama Pelanggaran Pemilu Sulit Disentuh

SEMINAR Kewenangan Bawaslu, Electoral Fraud, dan Keadilan Pemilu di Aula STITNU AL Farabi Pangandaran. dede/ruber.id
Aktor Utama Pelanggaran Pemilu Sulit Disentuh

PANGANDARAN, ruber.id — Birokrasi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan kepala desa merupakan aktor terlarang dalam Pilihan Kepala Daerah (Pilkada) untuk berkampanye.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Divisi Hukum Data dan Informasi Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Jawa Barat Yusuf Kurnia saat Seminar Kewenangan Bawaslu, Electoral Fraud, dan Keadilan Pemilu.

Seminar yang digelar di Aula Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nahdlatul Ulama (STITNU) Al Farabi Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, diikuti ratusan mahasiswa, sivitas akademik dan media masa.

Yusuf mengatakan, aktor utama dalam sebuah kasus semisal politik uang sulit tersentuh. Pembuktian proses hukum seringkali terputus di aktor lapangan.

Baca juga:  Bawaslu Jabar ke Kota Banjar, Ada Apa Ya?

“Ini yang membuat pelanggaran Pemilihan Umum (Pemilu) terus berulang, karena aktor utama tak tersentuh dan menjadi pekerjaan penting pengawas untuk mengevaluasi,” katanya kepada ruber.id, Selasa (17/12/2019).

Hal lain yang menjadi perhatian Bawaslu adalah potensi perbedaan tafsir terhadap regulasi. Maka, kata Yusuf, perlu sejak awal disosialisasikan lantaran kesamaan tafsir soal regulasi sangat penting dalam menghadapi Pilkada 2020 mendatang.

“Bawaslu tentunya punya kesiapan untuk itu semua, ini memang potensi yang selalu muncul dalam penyelenggaraan Pilkada.”

“Jadi kalau menemukan kasus yang nyata kan sudah punya kesamaan dalam menafsirkan kasus yang ada. Seperti netralitas birokrasi, kampanye hitam dan politik uang,” ujarnya.

Yusuf mengaku, hingga saat ini pihaknya tidak bisa menyentuh aktor utama tindak pidana politik uang. Sebab, kasus tersebut seringkali terputus di aktor lapangan.

Baca juga:  Peringkat Teratas di Survei, Politik Uang Hantui Pemilu 2019

“Jadi, mereka (aktor utama) yang mendesain politik uang secara masif serta merancang penyebaran kampanye hitam itu tidak tersentuh. Justru orang penyebar (aktor di lapangan) yang sering terjerat hukum,” tuturnya.

Padahal, kata Yusuf, dalam KUHP pasal 55 menerangkan bahwa yang bisa dijerat hukum itu bukan hanya orang yang melakukannya saja, akan tetapi dia yang turut serta dan memerintah atas terjadinya tindak pidana Pemilu tersebut.

“Maka dari itu perlu adanya persamaan persepsi terkait bagaimana langkah yang akan dilakukan sejak awal untuk menyikapi persoalan-persoalan penegakan keadilan dalam setiap pesta demokrasi lima tahunan ini,” terangnya.

Yusuf menyebutkan, berdasarkan evaluasi bersama, penyelenggaraan Pemilu 2019 paling rumit di dunia. Pasalnya memadukan antara dua Pemilu, yakni Pilihan Presiden (Pilpres) dan Pilihan Legislatif (Pileg).

Baca juga:  Tradisi Unik Ruwatan Tujuh Jumat Perguruan Silat TTKDH Pangandaran

“Serumit apa pun pesta demokrasi lima tahunan ini, kerja pengawas Pemilu harus tetap maksimal mengawal peserta Pemilu. Banyak catatan soal penegakan hukum di Pemilu 2019, mesti menjadi perbaikan untuk penegakan hukum di Pilkada 2020,” sebutnya. dede ihsan