Administrasi Jadi Problem BUMDes di Pangandaran

Img
KABID Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dinsos PMD Pangandaran Trisnadi Kholik. dede/ruber.id

PANGANDARAN, ruber.id – Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsos PMD) Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat melakukan identifikasi problem Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Kabid Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Dinsos PMD Pangandaran Trisnadi Kholik mengatakan, identifikasi persoalan dilakukan sebagai bahan dasar evaluasi penggunaan Dana Desa (DD) yang dialokasikan untuk BUMDes.

Dari 93 desa yang tersebar di 10 kecamatan, kata Trisnandi, ada 86 BUMDes yang dibentuk oleh pemerintah desa (Pemdes).

“Baru 4 kecamatan yang sudah dilakukan monitoring, yakni Mangunjaya, Padaherang, Kalipucang dan Cijulang,” kata Trisnandi kepada ruber.id, Senin (20/7/2020).

Rata-rata, hasil monitoring yang dilakukannya terdapat beberapa temuan administrasi soal pengelolaan BUMDes, yakni masih terdapat kesalahan tahapan dan prosedur.

Baca juga:  Pemkab Pangandaran Rekrut 182 Orang Petugas Verivali DTKS

Seharusnya, kata Trisnandi, penyertaan modal itu direalisasikan ke BUMDes dari Pemdes setelah ada Surat Keputusan (SK) struktur BUMDes.

Kemudian, penyertaan modal juga bisa direalisasikan setelah adanya pengajuan dari struktur pengurus BUMDes.

“Beberapa desa ada yang memberikan pernyertaan modal sebelum ada SK dan mengalokasikan anggaran sebelum adanya pengajuan dari pengurus BUMDes,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga menemukan ada beberapa BUMDes yang mengelola unit usaha secara menyeluruh atau rangkap jabatan.

Trisnandi menerangkan, pengurus BUMDes itu terdiri dari komisaris yang dijabat kepala desa sebagai penyerta modal dan harus mengukuhkan direktur, sekretaris dan bendahara.

Sementara, tugas direktur, sekretaris dan bendahara BUMDes membentuk unit usaha dengan menempatkan orang di setiap unit usaha tersebut.

Baca juga:  Raperda Penginapan Pemda Hasil Evaluasi Gubernur Dibahas DPRD Pangandaran

“Kejadian di lapangan masih ada rangkap jabatan, antara direktur, sekretaris dan bendahara yang mengelola unit usaha,” terangnya.

Supaya pengelolaan BUMDes berjalan sehat, kata Trisnandi, Pemdes sendiri harus membentuk tim audit internal.

Karena, problem lain yang ditemukan dalam persoalan BUMDes itu adalah dampak dari pelaksanaan Pilkades.

“Ada beberapa kepala desa terpilih yang merubah pengurus BUMDes dengan latarbelakang tertentu,” ujarnya.

Trisnandi menyebutkan, kepala desa terpilih itu biasanya menginginkan BUMDes dikelola oleh pendukungnya, tanpa memperhatikan tahapan administrasi yang harus ditempuh.

“Kami khawatir pergantian pengurus BUMDes yang dilatarbelakangi oleh pemikiran tidak objektif itu akan berdampak pada buruknya pengelolaan BUMDes,” sebutnya.

Jika ada pergantian pengurus BUMDes oleh kepala desa, kata Trisnandi, harus jelas alasannya, jangan dilandasi oleh penilaian yang subjektif. (R001/smf)