BERITA PURWOREJO, ruber.id – Sastrawan asal Purworejo, Jawa Tengah, Junaedi Setiyono meraih hadiah sastra dari Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) tahun 2020.
Dosen Universitas Muhammadiyah Purworejo (UMP) ini, berhak meraih penghargaan bergengsi itu atas novel berjudul Dasamuka. Versi Bahasa Inggris, terbitan Dhalang Publishing tahun 2017.
Sastrawan Purworejo Raih Kategori Kreatif
Peneliti Ahli Muda di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Abdul Rohim, membenarkan informasi ini.
Menurut Ketua Sekretariat Mastera Indonesia ini, ada dua kategori penerima hadiah pada Mastera Tahun 2020.
Yakni Sastra Kreatif dan Sastra Nonkreatif. Sastrawan asal Purworejo, Junaedi Setiyono terpilih pada kategori Sastra Kreatif.
Sementara, untuk Kategori Sastra Nonkreatif terpilih Abdul Wachid Bambang Suharto. Dari Kabupaten Bantul DIY dengan karya esai berjudul Sastra Pencerahan, terbitan Basabasi tahun 2019.
Abdul Wachid, juga tercatat sebagai dosen di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto).
“Untuk tahun 2020, kami panitia bersama pakar Mastera Indonesia dari kalangan sastrawan. Dan akademisi mencari atau memantau sendiri karya-karya yang memenuhi persyaratan.”
“Dari sekitar 200 karya fiksi dan 150-an karya nonfiksi, muncul dua pemenang tahun 2020 dari Mastera Indonesia.”
“Yaitu Pak Junaedi dan Pak Abdul Wachid BS,” sebut Abdul Rohim. Yang juga menjadi Tim Penilai Mastera Indonesia.
Kriteria Penilaian Mastera Tahun 2020
Abdul Rohim menjelaskan, kriteria penilaian Mastera Tahun 2020 terdiri atas berbagai aspek. Pertama, karya yang dinilai terbitan 4 tahun terakhir. Yakni tahun terakhir Malaysia memberikan hadiah.
Kedua, karya asli (Bukan terjemahan). Ketiga, ditulis oleh orang Indonesia dan dalam bahasa Indonesia.
Keempat, karya yang diterbitkan dalam bentuk buku.
Empat karya tersebut bernuansa pembaharuan dan belum pernah memperoleh penghargaan sejenis.
“Karya juga harus memperlihatkan konvensi kultur budaya setempat.”
“Hadiah diprioritaskan kepada pengarang yang belum pernah mendapatkan penghargaan. Tanpa mengabaikan segi kualitas,” jelasnya.
Abdul Rohim menyatakan penghargaan Mastera Tahun 2020 ini akan diberikan oleh Mastera Malaysia.
Namun, belum diketahui secara pasti mengenai bentuk, jumlah, hingga teknis penyerahannya.
Hadiah ini, rencananya akan diberikan ketika Malaysia menjadi tuan rumah Sidang Mastera pada Oktober 2020.
Akan tetapi, karena adanya pandemi Covid-19, saat itu pemilihan di masing-masing negara anggota Mastera terpaksa diundur.
Indonesia baru memilih dan memutuskan nomine pada Desember 2020.
Padahal awalnya, dijadwalkan April 2020 sudah ada pemenang.
Sehingga, ketika sidang Mastera di Malaysia, pemenang diundang menerima hadiah di Seminar Antarbangsa Kesusastraan Asia Tenggara (Sakat). Satu hari setelah acara Sidang Mastera.
“Tahun 2020, karena pandemi Malaysia tidak melaksakan sidang.”
“Sehingga tahun selanjutnya tetap menjadi utang Malaysia untuk melaksanakan sidang Mastera.”
“Akan tetapi, sekali lagi karena pandemi semakin ganas, Malaysia tampaknya tidak akan melaksanakan lagi untuk tahun ini.”
“Karena sudah tertunda dua tahun, pemberian hadiah Mastera tahun ini tampaknya akan diberikan simbolis. Tanpa mengundang pemenang ke Malaysia,” ucapnya.
Sejarah Maestra
Abdul Rohim menyebutkan, Mastera didirikan di Kualalumpur pada tahun 1996. Mastera digagas tiga negara. Yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.
Di Indonesia, Sekretariat Mastera ada di bawah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek.
Sedangkan, di Malaysia dan Brunei berada di bawah Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ada berbagai kegiatan rutin Mastera. Mulai dari persidangan, seminar, kuliah, penerbitan, penyusunan.
Kemudian penelitian, penerjemahan, hingga pemberian anugerah, hadiah, atau penghargaan.
“Seiring perkembangan, anggota Mastera sekarang tambah Singapura dan Thailand,” sebutnya.
Tanggapan Junaedi Setiyono
Sementara itu, sastrawan Purworejo, Junaedi Setiyono mengaku bersyukur dan senang.
Karena karyanya, mendapatkan perhatian dari suatu ajang penghargaan lintas negara semacam Mastera.
Ia berharap, penghargaan ini bermanfaat bagi kemajuan sastra Indonesia.
“Menulis karya sastra yang baik saya yakin adalah termasuk kebaikan.”
“Semoga dapat menginspirasi sastrawan muda Indonesia. Generasi setelah saya, untuk semakin giat menulis,” katanya.
Novel Dasamuka, merupakan novel ketiga Junaedi Setiyono.
Di mana, versi Bahasa Indonesia juga pernah dinobatkan sebagai Pemenang Unggulan Sayembara Menulis Novel. Dewan Kesenian Jakarta tahun 2012.
Sebelumnya, dua novel yang ia terbitkan juga menasional.
Novel pertamanya berjudul Glonggong, menjadi pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2006, dan finalis Khatulistiwa Literary Award 2008.
Kemudian untuk novel keduanya, Arumdalu, menjadi Nomine Khatulistiwa Literary Award 2010.
Karya terbaru sastrawan Purworejo ini berjudul Tembang dan Perang. Terbitan PT Kanisius tahun 2020. Juga diterjemahkan dalam Bahasa Inggris oleh Dhalang Publishing dengan judul Panji’s Quest.
Endorsement ditulis oleh tokoh-tokoh kondang di bidang sastra budaya Indonesia.
Yakni Lydia Kieven (Jerman), Kathy Folley (Amerika), dan Eka Budianta (Indonesia).
Rencananya, peluncuran akan dilakukan di KJRI San Fransisco Amerika Serikat.