CIAMIS, ruber.id — Upacara Tradisi Nyangku atau tradisi pencucian benda pusaka peninggalan Prabu Borosngora kembali digelar di Alun-alun Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Senin (25/11/2019).
Tradisi ini diikuti ribuan warga. Tak hanya warga asal Kabupaten Ciamis saja, melainkan dari berbagai daerah di Indonesia.
BACA JUGA: Tradisi Jamasan di Ciamis, Ajang Pamerkan Pusaka Peninggalan Kerajaan Galuh
Tradisi Upacara Adat Nyangku ini dilaksanakan tiap setahun sekali di bulan Rabiul Awal, sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Nyangku tahun ini pun dihadiri oleh Wakil Bupati Ciamis Yana D Putra beserta jajaran.
Prosesinya, Tradisi Nyangku diawali dengan mengeluarkan sejumlah benda pusaka peninggalan Raja Panjalu dari Bumi Alit (Museum tempat menyimpan benda pusaka).
Lalu, benda pusaka itu diarak dan dibawa dengan cara digendong (Diais) oleh para keturunan Raja Panjalu dan warga terpilih.
Diiringi dengan salawat dan alat musik gembyung menuju Nusa Gede (Pulau di tengah Situ Lengkong Panjalu).
Pusaka kemudian diarak kembali ke Taman Borosngora Alun-alun Panjalu untuk dilakukan ritual Jamas.
Ritual Jamas yaitu membersihkan dengan cara mencuci benda pusaka.
Pencucian benda pusaka ini menggunakan tujuh sumber mata air dari beberapa tempat atau disebut Cai Karomah Tirta Kahuripan.
Asalnya mulai dari mata Air Situ Lengkong, Mata Air Karantenan Gunung Sawal, Mata Air Kapunduhan (Makam Prabu Rahyang Kuning), Cipanjalu, Kubang Kelong, Pasanggrahan, Bongbang kancana, Gunung bitung dan sumber air Ciomas, ditambah jeruk nipis.
Pembungkus pusaka dibuka lalu dibawa ke tempat pembersihan yang terbuat dari bambu yang terletak di tengah taman.
Dibersihkan menggunakan air dan jeruk nipis. Setelah dibersihkan pusaka diolesi minyak khusus kemudian dibungkus kain putih dan disimpan kembali ke Bumi Alit.
Dalam prosesi puncak ini, hanya tiga benda pusaka yang dibersihkan. Yaitu, pedang pemberian Saidina Ali kepada Prabu Borosngora yang dinamai Zulfikar, Kujang Panjalu, dan Keris Stokkomando. Sedangkan sisanya dilaksanakan terpisah.
Adat Nyangku sendiri sudah dilakukan sejak zaman dulu secara turun temurun.
Tujuannya, untuk mengenang jasa Prabu Sanghyang Borosngora yang telah menyampaikan ajaran Islam.
Selain itu, sebagai upaya untuk melestarikan budaya. Untuk melestarikan peninggalan zaman dulu.
Setelah prosesi acara selesai, ada hal unik ketika beberapa warga terlihat mengumpulkan air pencucian benda pusaka menggunakan wadah air mineral plastik.
Meski panitia sudah meminta untuk tak melakukan hal tersebut. Namun sebagian warga tetap melakukan, karena air bekas pencucian konon dipercaya membawa berkah. Padahal air tersebut terlihat kotor.
“Hanya dapat sedikit, susah sekarang beda sama dulu. Ya, ngambil berkahnya saja. Untuk keluarga semoga barokah, ada yang sakit, Insya Allah,” ujar Eva, warga asal Kabupaten Kuningan.
Sementara itu, Keluarga Yayasan Borosngora Djohan R Wiradinata mengatakan, upacara adat Nyangku akan terus dilestarikan sebagai sebuah kearifan lokal yang ada di Kecamatan Panjalu.
Nyangku, saat ini bukan hanya pesta warga Panjalu tapi sudah skala nasional sebagai warisan budaya. Sekaligus sebagai sarana silaturahmi antar sesama warga Panjalu.
“Warga Panjalu banyak yang merantau, jarang sekali pulang. Tapi saat Nyangku ini, mereka sengaja menyempatkan untuk pulang. Sebagai sarana silaturahmi,” ujar Djohan.
Djohan menuturkan, melalui Nyangku menjadikan masyarakat Panjalu lebih berkarakter, dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai pribadi yang baik dan toleran.
“Bukan hanya untuk penghormatan saja, Nyangku ini juga dijadikan momen untuk evaluasi diri agar ke depan lebih baik lagi. Intinya membersihkan diri,” ucap Djohan. dang