KOPI PAGI, ruber.id – Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari bercorak Budha. Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Dhapunta Hyang Sri Jayanasa pada abad ke-7.
Berdiri di Pulau Sumatera, letak Ibu Kota Sriwijaya dekat dengan Kota Palembang, tepatnya di pinggir Sungai Musi.
Makna Sriwijaya
Dalam bahasa Sanskerta, Sri berarti bercahaya atau gemilang.
Sedangkan Wijaya berarti kemenangan atau kejayaan.
Maka, nama Sriwijaya bermakna kemenangan yang gilang gemilang.
Prasasti Kedukan Bukit
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada sejak 671, sesuai dengan catatan I Tsing.
Dari Prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682, diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang.
Dapunta Hyang berangkat dalam perjalanan suci Siddhayatra untuk mengalap berkah.
Dapunta Hyang juga memimpin 20.000 tentara dan 312 orang di kapal dengan 1.312 prajurit berjalan kaki dari Minanga Tamwan menuju Jambi dan Palembang.
Diketahui, Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti tertua yang ditulis dalam bahasa Melayu
Pada abad ke-7 ini.
Orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian Kemaharajaan Sriwijaya.
Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, Pulau Bangka hingga Belitung.
Ekspedisi Militer Sriwijaya ke Tanah Jawa
Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya.
Peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya.
Kemungkinan yang dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara.
Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Tiongkok Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Ekspansi Kerajaan Sriwijaya ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan simpul jalur perdagangan utama di Asia Tenggara.
Di akhir abad ke-8, beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanagara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
Menurut catatan, pada masa ini pula Wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa di sana.
Dan pada abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan.
Pada masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan.
Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835.
Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer.
Tetapi, lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa.
Selama masa kepemimpinannya, ia membangun Candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.
Sriwijaya menguasai jalur perdagangan maritim di Asia Tenggara sepanjang abad ke-10.
Akan tetapi, pada akhir abad ini Kerajaan Medang di Jawa Timur tumbuh menjadi kekuatan bahari baru dan mulai menantang dominasi Sriwijaya.
Berita Tiongkok dari Dinasti Song menyebut Kerajaan Sriwijaya di Sumatra dengan nama San-fo-tsi.
Sedangkan Kerajaan Medang di Jawa dengan nama She-po.
Dikisahkan bahwa, San-fo-tsi dan She-po terlibat persaingan untuk menguasai Asia Tenggara.
Kedua negeri itu saling mengirim duta besar ke Tiongkok.
Utusan San-fo-tsi yang berangkat tahun 988 tertahan di Pelabuhan Kanton ketika hendak pulang, karena negerinya diserang oleh balatentara Jawa.
Serangan dari Jawa ini diduga berlangsung sekitar tahun 990-an.
Yaitu antara tahun 988 dan 992 pada masa pemerintahan Sri Cudamani Warmadewa.
Pada musim semi tahun 992, duta Sriwijaya tersebut mencoba pulang.
Namun, kembali tertahan di Champa karena negerinya belum aman.
Ia meminta kaisar Song agar Tiongkok memberi perlindungan kepada San-fo-tsi.
Utusan Jawa juga tiba di Tiongkok tahun 992.
Ia dikirim oleh rajanya yang naik takhta tahun 991.
Raja baru Jawa tersebut adalah Dharmawangsa Teguh.
Kerajaan Medang berhasil merebut Palembang pada tahun 992 untuk sementara waktu.
Namun, kemudian pasukan Medang berhasil dipukul mundur oleh pasukan Sriwijaya.
Prasasti pengaruh hindu-budha batu Prasasti Hujung Langit tahun 997 kembali menyebutkan adanya serangan Jawa terhadap Sumatera.
Rangkaian serangan dari Jawa ini pada akhirnya gagal karena Jawa tidak berhasil membangun pijakan di Sumatera.
Kemunduran Sriwijaya
Kebesaran Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran sejak abad ke-11.
Berawal dari serangan besar-besaran yang dilakukan oleh Raja Rajendra Coladewa dari Kerajaan Cola yang berhasil menawan salah satu raja Sriwijaya tersebut.
Wilayah Sriwijaya di Semenanjung Malaysia berhasil direbut sehingga Selat Malaka bisa dikontrol.
Akhir abad ke-14, Sriwijaya benar-benar runtuh akibat serangan Kerajaan Majapahit dari Jawa.