Respons Partai Politik di Pangandaran Terhadap Demokrasi Lemah, Ini Dampaknya

PANGANDARAN, ruber.id – Respons Partai Politik jelang Pilkada 2020, terhadap keberlangsungan demokrasi di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat dianggap lemah.

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciamis-Pangandaran Aos Firdaos mengatakan, lemahnya respons partai politik terhadap demokrasi dilatarbelakangi gagalnya partai politik mencetak kader di partainya masing-masing.

“Pangandaran akan menggelar Pilkada 2020, tidak ada satu pun partai politik yang berani menjadi penyeimbang jika pasangan Jeje Wiradinata dan Adang Hadari kembali mencalonkan,” kata Aos kepada ruber.id di Pangandaran, Sabtu (1/2/2020).

Padahal, kata Aos, tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 di Kabupaten Pangandaran akan segera berjalan.

Namun, kata Aos, partai politik di luar koalisi pasangan Jeje Wiradinata dan Adang Hadari di Pilkada 2015 lalu, belum memberi respons untuk menjadi penyeimbang.

Baca juga:  Pilkada 2020, Adang Hadari Tak Mau Hubungan Keluarga Pecah Karena Soal Politik

“Partai politik terkesan masih bersikap dingin, bahkan bisa saja mengambil sikap untuk bergabung menjadi partai koalisi,” sebut Aos.

Aos menilai, sikap politik dari partai politik saat ini sudah dinanti oleh masyarakat.

Aos menuturkan, jika kemungkinan seluruh partai politik di Pangandaran menjadi partai koalisi, maka pasangan inkumben hanya akan melawan kolom kosong.

“Apabila pada Pilkada 2020 ini di Pangandaran terjadi calon tunggal dan lawannya adalah kolom kosong, kepercayaan warga terhadap partai politik di Pangandaran terancam menurun,” ucap Aos.

Aos menjelaskan, jika kepercayaan warga terhadap partai politik menurun, maka ancaman kemunduran demokrasi di Pangandaran akan makin tampak.

Bahkan, lanjut Aos, bisa saja berpengaruh terhadap angka partisipasi warga dalam menyalurkan hak pilih mereka pada pelaksanaan Pilkada 2020 juga turut menurun.

Baca juga:  Pangandaran Masuk Kategori Rawan Tinggi Dalam Pilkada 2020

“Butuh upaya agar pemahaman demokrasi dan pentingnya pendidikan politik terhadap masyarakat,” ujar Aos.

Namun, kata Aos, apabila sampai terjadi Pilkada 2020 Pangandaran hanya diikuti pasangan calon tunggal melawan kolom kosong, ini akan berpotensi menjadi ancaman kekalahan bagi peserta pengusung calon.

“Kepercayaan warga akan berkurang terhadap partai politik. Karena tidak memiliki sikap politik yang jelas.”

“Ini bahaya juga terhadap partai politik yang mengusung calon, karena warga dimungkinkan akan memilih kolom kosong,” terangnya.

Oleh karena itu, lanjut Aos, jelang Pilkada 2020 Pangandaran, sudah harus dibuka ruang publik untuk menggelar diskusi terbuka. Sehingga pendidikan politik tersampaikan ke masyarakat. (R001/Syam)