Puluhan Peserta Belajar Shibori di Cermin

Belajar Shibori di Cermin
Hasil kreativitas peserta workshop Shibori, Festival Seni Akhir Tahun Syukur Waktu 10, Sabtu (11/12/2021). andy/ruber.id

BERITA TASIKMALAYA, ruber.id – Sebanyak 56 peserta dari berbagai kalangan belajar mencelup kain dengan menggunakan pewarna alami atau shibori.

Aktivitas belajar shibori ini berlangsung saat Workshop Shibori yang Komunitas Cermin Tasikmalaya laksanakan, Sabtu (11/12/2021).

Pelatihan cuma-cuma itu merupakan acara pembuka rangkaian Festival Seni Akhir Tahun 2021, Syukur Waktu 10.

Workshop Shibori berlangsung di Sanggar Komunitas Cermin Tasikmalaya, Jalan Pemuda, Nomor 2 A, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Ketua Komunitas Cermin Tasikmalaya Ashmasyah Timutiah membuka festival ini, Sabtu pukul 09.00 WIB.

Acara berlanjut dengan materi dan praktik dari pegiat pewarna alami Nikmatul Hanik asal Jepara, Jawa Tengah.

Peserta yang mengikuti workshop terlihat antusias.

Mereka datang dari berbagai kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, guru, hingga seniman.

Shibori, Teknik Mewarnai Kain dari Bahan Alami

Hanik, sapaan akrab Nikmatul Hanik sebelum memulai workhsop. Memberi arahan pada seluruh peserta ihwal teknis pencelupan kain menggunakan pewarna dari bahan alami.

Baca juga:  Gempa di Pangandaran, Terasa di Tasikmalaya hingga Sukabumi

Bahan alami untuk menjadi pewarna, di antaranya kulit kayu mahoni dan daun ketapang.

Kedua bahan, sebelumnya telah melalui proses olah dengan cara merebusnya sehari sebelumnya.

Proses ekstraksi tersebut untuk menghasilkan warna yang maksimal.

Kepada para peserta, Hanik menjelaskan, bahan yang ia pakai mesti berbahan katun.

Penggunaan kain jenis itu, bertujuan agar mudah menyerap warna dari bahan yang berasal dari alam.

“Sebelumnya, harus merendamnya terlebih dahulu dengan air bersih. Agar pori-pori kain itu terbuka,” kata Hanik.

Usai memberi penjelasan awal, Hanik mempraktikkan cara untuk membuat motif dari setiap helai kain. Berupa lembaran-lembaran polos hingga yang sudah berbentuk kaus.

Ikatan pada kain atau kaus polos menggunakan karet gelang dan tali rafia.

Untuk pencelupannya penyelenggara menyediakan ember yang berisi pewarna berbahan kulit pohon mahoni. Untuk menghasilkan warna hijau keunguan.

Ada juga yang berbahan daun ketapang untuk menghasilkan warna kemerahan.

Untuk menghasilkan warna yang lebih terang, tersedia air tawas.

Baca juga:  Innalillahi, Tukang Sayur di Tasikmalaya Ditemukan Meninggal di Kontrakan

Sedangkan untuk menghasilkan warna agar lebih pekat, ada juga air tunjung yang berasal dari karat bebatuan.

“Pencelupan dari bahan-bahan pewarna alami ini sangat ramah lingkungan dan aman kita gunakan.”

“Air limbah yang terbuang dari sisa pewarnaan ini tidak merusak struktur tanah dan mikroorganisme yang di saluran air serta permukaan tanah,” ucap Hanik.

Proses Kreativitas

Setelah mendengar penjelasan dan praktik singkat, masing-masing peserta mendapat sehelai kain putih polos.

Malah, ada sebagian peserta yang membawa kaus putih untuk mereka warnai dalam pelatihan tersebut.

Antusiasme peserta terlihat begitu tinggi untuk mempraktikkan pencelupan.

Sebagian peserta sempat berebut karet gelang untuk mengikat bagian-bagian kain. Yang akan mereka beri motif dengan cara ikat celup tersebut.

Aneka cara mengikat bagian kain tersebut para peserta praktikkan untuk mendapatkan beragam motif yang Hanik dan beberapa orang panitia penyelenggara dari Komunitas Cermin, contohkan.

Usai mengikat bagian-bagian kain yang hendak mereka beri motif, para peserta boleh untuk mencelupkan ke ember berisi pewarna dengan cara bergantian.

Baca juga:  Curug Cinawu Tasikmalaya, Air Terjun Tersembunyi nan Alami dan Akuatik Banget

Ada tiga tahapan dengan tenggat waktu 5 menit setiap kali pencelupan kain, setelah itu meniriskannya.

Pencelupan peserta lakukan hingga tiga kali. Atau jika ingin warnanya lebih pekat bisa lebih.

Dua jam berselang, peserta workshop mulai membuka hasil ikatan dari pencelupan warna.

Setiap peserta memamerkan hasil karya masing-masing.

Hasil kreativitas mereka menciptakan berbagai motif.

Mulai dari bulat seperti bulan, segitiga, geometrik, hingga abstrak.

Menjadi pengalaman baru semua peserta yang baru mengikuti workshop Shibori.

Pandemi Jangan Batasi Kreativitas

Ketua Komunitas Cermin Tasikmalaya Ashmasyah Timutiah mengatakan, selama pandemi Covid-19. Aktivitas manusia terkungkung pembatasan yang pemerintah terapkan.

“Kita jangan mati kutu, meski masih dalam keadaan pandemi Covid-19. Kita harus tetap bergerak, bangkit dan berkarya. Salah satunya, dengan belajar shibori ini,” imbau Ashmansyah.

Penulis: Andy Kusmayadi/Editor: Bam