GARUT, ruber.id — PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region III memastikan pasokan elpiji bersubsidi 3 Kg di wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat aman.
Khusus di Kecamatan Bayongbong sendiri, Pertamina memiliki 42 pangkalan elpiji bersubsidi dengan alokasi lebih dari 50.000 tabung.
Stok ini dinilai mampu melayani masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro di wilayah selatan Garut ini.
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26/2009 pada Pasal 20, elpiji 3 Kg, yang merupakan produk subsidi dari pemerintah, hanya diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan usaha mikro.
Humas Hiswana Migas DPC Kabupaten Garut Evi Alvian mengatakan, sebanyak 42 pangkalan elpiji tersebut mampu mencukupi kebutuhan masyarakat.
“Kami memastikan pasokan cukup. Masyarakat kurang mampu dan pelaku usaha mikro yang berhak menggunakan elpiji subsidi 3 Kg ini dapat membelinya sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah daerah setempat, yaitu Rp16.000/tabung,” ujarnya, Senin (16/9/2019).
Evi mengimbau, pangkalan resmi Pertamina untuk memberikan gas elpiji 3 Kg ini sesuai dengan HET, yang ditetapkan pemerintah.
Sementara itu, kata Evi, masyarakat pengguna Elpiji Bright Gas 5.5 Kg dan 12 Kg dapat membeli produk tersebut di outlet-outlet seperti minimarket, Bright Store, serta pesan antar, melalui Pertamina Contact Center 1 500 000.
“Agar lebih memudahkan konsumen, kami juga menyediakan layanan pesan antar Bright Gas langsung ke rumah konsumen melalui 1 500 000,” jelas Evi.
Evi menjelaskan, yang disebut kelangkaan sendiri adalah situasi ketika masyarakat miskin kesulitan mendapatkan gas dan mengantre dengan jumlah yang banyak. Yaitu, misalnya ada 2000 atau 3000 masyarakat miskin ngantre.
“Nah, keadaan seperti itulah yang bisa dikatakan kelangkaan,” ucap Evi.
Evi menyebutkan, kalaupun yang meributkan kelangkaan gas itu merupakan warga ekonomi menengah ke atas, maka situasi itu tidak bisa dikatakan langka.
Sebab, kata Evi, gas elpiji 3 Kg ini diperuntukkan bukan untuk kalangan menengah ke atas, melainkan untuk masyarakat miskin.
“Yang meributkan gas langka ini kalau saya investigasi di lapangan, bukan masyarakat miskin. Kadang-kadang yang kehidupannya cukup lumayan,” katanya.
Faktanya, lanjut Evi, di Kabupaten Garut, dalam beberapa bulan terakhir selalu mendapatkan penambahan kuota dari Pertamina.
Di antaranya, ada penambahan fakultatif yang diperuntukkan pada saat hari raya atau hari besar nasional.
Belum lagi, kata Evi, adanya penambahan yang disebabkan penambahan agen baru. Dan penambahan ini, sifatnya konsisten serta permanen.
“Jadi terbukti bukan kelangkaan, malah ada penambahan. Di awal tahun 2019, alokasi untuk Kabupaten Garut ini 1.3 juta 14.000 lah segitu sampai dengan bulan September sekarang ini.”
“Malah ada penambahan dengan adanya pangkalan baru itu diperkirakan 1.309.000 tabung, karena ada penambahn agen baru,” jelasnya.
Evi menyatakan, kemungkinan adanya keterlambatan distribusi di lapangan. Maka, masyarakat jangan terlalu cepat menjustifikasi bahwa itu merupakan kelangkaan.
“Yang ada mungkin keterlambatan, kenapa? Kami ini untuk gas sendiri didatangkan dari Indramayu dan Balongan. ini tentunya ada perjalanan yang macet terutama di Rancaekek (Bandung) dan daerah yang macet.”
“Paling ada keterlambatan beberapa jam atau sampai dengan setengah hari. Otomatis, jika terjadi keterlambatan begitu, orang yang misalkan belinya hari Jumat itu bergeser ke hari Sabtu pagi, dan itu sudah dijustifikasi kelangkaan. itu kan tidak relevan,” katanya.
Menariknya lagi, kata Evi, Kabupaten Garut dalam 3-4 bulan terakhir mengalami cuaca ekstrem (dingin).
Dari hasil penelusuran di lapangan, banyak warga Garut yang mandi dengan air hangat dan pemanasnya menggunakan gas elpiji 3 Kg.
Faktor cuaca ini juga, lanjut Evi, berpengaruh terhadap pemakaian gas elpiji 3 Kg itu sendiri. Sehingga memang dari segi data ada pengaruhnya.
“Jadi kalau penambahan fakultatif itu untuk Idul Adha, Idul Fitri atau peringatan hari besar nasional ada penambahan fakultatif. Kami itu tidak ada penambahan hari raya idul ‘tiris’ (dingin),” kata Evi. fey