Perjanjian Linggarjati dan Usaha Belanda Menguasai Indonesia Setelah Kemerdekaan

Perjanjian Linggarjati dan Usaha Belanda untuk Menguasai Indonesia Setelah Kemerdekaan
Perjanjian Linggarjati. Sumber foto: internet

KOPI PAGI, ruber.id – Bangsa Indonesia menyatakan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, meski begitu Belanda masih ingin tetap berkuasa di Tanah Air.

Setelah Indonesia merdeka, Pasukan Belanda yang tergabung dalam Netherlands-Indies Civiele Administration (NICA) kembali ke Indonesia.

NICA datang dengan membonceng pasukan sekutu, yang telah memenangkan perang melawan Jepang.

Maka, digelarlah serangkaian perundingan untuk membahas status Kemerdekaan RI.

Pertemuan pertama, berlangsung pada 23 Oktober 1945 di Jakarta, oleh perwakilan RI dan NICA.

Namun, pada pertemuan ini gagal mencapai kesepakatan.

Pertemuan kedua, berlangsung pada 13 Maret 1946.

Kemudian berlanjut tanggal 16-17 Maret 1946, dan menghasilkan naskah Batavia Concept atau Rumusan Jakarta.

Naskah ini, merupakan nota kesepahaman untuk menginjak fase perundingan berikutnya.

Latar Belakang

Sebagai tindaklanjut atas beberapa pertemuan awal, maka dihelat forum di Hoge Veluwe, Belanda, pada 4-24 April 1946.

Pertemuan tersebut, membahas tentang persoalan status kenegaraan, kemerdekaan, dan wilayah Indonesia.

Akan tetapi, pemerintah Kerajaan Belanda tidak setuju.

Belanda malah menawarkan opsi, bahwa Indonesia akan menjadi negara bawahan dalam persemakmuran Belanda.

Baca juga:  Cerita Tiga Nelayan Pangandaran Lolos dari Maut Setelah 3 Hari Terombang Ambing di Laut Lepas

Soetan Sjahrir sebagai wakil delegasi Indonesia, tentu saja menolak mentah-mentah.

Sebab, Soetan Sjahrir menginginkan Indonesia dengan kedaulatan penuh.

Kemudian, pada tanggal 7 Oktober 1946 di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta, dibuka perundingan antara Indonesia dan Belanda.

Dalam perundingan ini, akhirnya menghasilkan persetujuan gencatan senjata pada 14 Oktober.

Kemudian berlanjut dengan Perundingan Linggarjati yang terjadi pada 11 November 1946.

Perjanjian Linggarjati selesai pada 15 November 1946, dan baru Indonesia dan Belanda tandatangani, pada 25 Maret 1947.

Dalam rentang waktu tersebut, para delegasi melakukan perbaikan isi perjanjian.

Tujuannya, agar kedua belah pihak menemui titik temu.

Dalam perjanjian tersebut, terdapat beberapa tokoh yang datang sekaligus mewakili masing-masing pihak.

Berikut tokoh yang terdapat dalam perjanjian bersejarah tersebut.

Indonesia

Ketua: Soetan Syahrir
Pendamping: A K Gani, Susanto Tirtoprojo, dan Mohammad Roem.

Belanda

Ketua: Wim Schermerhorn
Pendamping: Max Von Poll, H J van Mook, dan F de Baer.

Inggris, bertindak selaku penanggungjawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn.

Isi Perjanjian Linggarjati

Perundingan Linggarjati berlangsung selama 3 hari, yakni hingga tanggal 15 November 1946.

Baca juga:  Sejarah Benteng Van den Boch, Pusat Pertahanan Belanda di Jatim

Dalam Perundingan Linggarjati ini, membuahkan kesepakatan bersama.

Isi Perjanjian Linggarjati sendiri masih menimbulkan polemik di kalangan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

Oleh karena itu, penandatanganan Perjanjian Linggarjati baru terlaksana pada 25 Maret 1947, di Istana Istana Merdeka, Jakarta.

Adapun, isi dari Perjanjian Linggarjati adalah, Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia.

Dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.

Belanda, sudah harus meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.

Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negeri Indonesia Serikat.

Dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS), yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia (RI).

RIS dan Belanda, akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda, selaku ketuanya.

Dampak Perjanjian Linggarjati

Adanya perjanjian Linggarjati memberikan dampak positif, maupun negatif bagi Indonesia.

Beberapa dampak positifnya, yaitu citra Indonesia di mata dunia semakin kuat.

Alasannya, dengan adanya pengakuan Belanda terhadap Kemerdekaan Indonesia.

Belanda mengakui negara Republik Indonesia atas kuasa Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera secara de facto.

Baca juga:  14 September, Sejarah Hari Kunjungan Perpustakaan: Geliatkan Budaya Gemar Membaca

Kemudian, selesainya konflik antara Belanda dan Indonesia.

Namun, ada juga beberapa dampak negatif bagi Indonesia.

Yaitu, Indonesia hanya memiliki wilayah kekuasaan yang kecil.

Selain itu, Indonesia harus mengikuti persemakmuran Indo-Belanda.

Memberikan waktu Belanda untuk mempersiapkan melanjutkan agresi militer.

Perjanjian ini, mendapat penentanhan dari sejumlah masyarakat.

Seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakjat Sosialis.

Dalam perundingan tersebut, Soetan Syahrir telah dianggap memberikan dukungan pada Belanda.

Sehingga, membuat anggota dari Partai Sosialis dan KNIP mengambil langkah penarikkan dukungan pada 26 Juni 1947.

Empat bulan setelah penandatanganan Perjanjian Linggarjati ini, tepatnya 20 Juli 1947, Belanda menyatakan tidak terikat lagi dengan Perjanjian Linggarjati.

Kemudian, pada tnggal 21 Juli 1947 terjadi Agresi Militer Belanda I.

Yaitu, serangan dari Belanda ke wilayah Indonesia.

Akibatnya, konflik antardua negara kembali memanas.

Pada akhirnya, konflik ini kemudian kembali selesai lewat jalur perundingan Perjanjian Renville.

Penulis :Eka Kartika Halim/Editor: Bam