PANGANDARAN, ruber.id – Salah seorang petani kopi di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat Gugi Samugya perlakukan pengolahan kopi dengan cara penjemuran green house.
Cara seperti itu, kata Gugi, untuk mempertahankan cita rasa kopi yang khas.
“Mengolah kopi jangan asal-asalan. Mulai dari penanaman, perawatan hingga panen dan pengolahan harus dikerjakan sesuai dengan standar,” katanya, Jumat (29/5/2020).
Semula, dirinya melakukan cara penjemuran (hasil panen) kopi cukup dengan dijemur di atas tanah, hanya beralas terpal.
Namun, kata Gugi, cara penjemuran tersebut dinilai kurang maksimal ketika kopi diseduh.
“Terasa bau apek dan bau plastik saat dikonsumsi. Rasanya kurang nikmat, akhirnya kami beralih ke cara green house, ujarnya.
Dengan cara seperti itu, memerlukan waktu selama 14 hari dengan penyusutan dari 1 kg kopi basah menjadi 3 ons kopi kering.
Untuk ukuran green house 6 meter x 12 meter mampu menampung 5 kwintal kopi.
Saat ini, Gugi memiliki lahan seluas 35 hektare kebun kopi robusta dengan lokasi tanam diatas 500 mdpl.
Terkadang dirinya terkendala dalam proses pengeringan, karena satu kali musim panen itu menghasilkan 60 ton kopi.
Sementara, tempat (green house) yang dimilikinya tidak cukup untuk menampung seluruh hasil panen.
“Semenjak menggunakan cara itu, rasa kopi kami memiliki nilai tambah dari konsumen,” tuturnya.
Gugi menyebutkan, harga kopi robusta jenis asalan yang diproduksinya Rp18.000/kg, sedangkan kopi super yang telah dipilih tembus dikisaran Rp45.000/kg.
Penjualan kopi yang dikelola dirinya telah tembus pasar lokal di sejumlah kedai kopi di Pangandaran.
“Kami akui harga kopi masih normal dan tidak mengalami perubahan meski kondisi pandemi COVID-19,” sebutnya. (R001/smf)