Retribusi Hasil Laut Minim, DPRD Pangandaran Sebut Ada Kebocoran

BERITA PANGANDARAN, ruber.id – Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin menyebut ada kebocoran dalam retribusi hasil laut. Pada tahun 2020, pendapatan dari sektor retribusi transaksi hasil laut sangat minim.

Pemkab Pangandaran hanya membukukan pendapatan retribusi hasil laut sekitar Rp1.5 miliar. Jumlah tersebut dipandang masih jauh dari harapan, terlebih bagi daerah yang memiliki garis pantai 91 kilometer.

Pendapatan retribusi ini dinilai tak sebanding jika melihat produksi perikanan tangkap di Pangandaran. Pemkab rugi lantaran tak sedikit hasil laut yang tidak dikenakan retribusi.

“Ini perlu optimalisasi. Jelas ada kebocoran dalam bentuk hasil laut yang tidak tercatat. Dan lolos dari retribusi,” kata Asep usai menerima audiensi HNSI Pangandaran, Kamis (8/4/2021).

Baca juga:  Sehat dari Covid-19, Bupati Jeje Mulai Kembali Bertugas

Asep menuturkan, siapa saja yang menangkap hasil laut, maka wajib menjualnya melalui proses lelang di Tempat Pelelangan Ikan atau TPI. Aturan pada undang-undang ada, bahkan Pangandaran sudah membuat Perda atau peraturan daerah.

“Artinya kalau menjual di luar TPI itu jelas pelanggaran, termasuk illegal fishing. Laut adalah potensi besar yang dimiliki Pangandaran, sehingga masalah ini harus disikapi serius oleh Pemkab,” tuturnya.

Asep menyebutkan, perkiraan pelanggaran penjualan hasil laut itu bisa mencapai 30 sampai 40% total tangkapan yang ada. Maka, DPRD meminta harus ada penanganan khusus dari Pemkab.

“Apalagi ini kan berkaitan dengan optimalisasi pendapatan daerah. Salah satu poin yang dibahas dalam evaluasi hasil kunjungan kerja kemarin. Khususnya dari retribusi transaksi hasil laut di Pangandaran,” sebutnya.

Baca juga:  Covid-19 Terus Menggejala, Begini Instruksi PCNU Pangandaran

HNSI Pangandaran Sampaikan 3 Poin Aspirasi

Di tempat yang sama, Wakil Ketua HNSI Pangandaran M Yusuf mengatakan, pihaknya datang mewakil 3.000 nelayan yang telah membubuhkan tandatangannya.

HNSI sengaja melakukan audiensi ke DPRD Pangandaran untuk menyampaikan beberapa aspirasi, termasuk maraknya transaksi ilegal hasil laut.

“Ada 3 poin yang kami sampaikan ke dewan. Antara lain, soal baby lobster, keberadaan bagang dan penjualan hasil laut di luar Tempat Pelelangan Ikan atau TPI,” kata Yusuf.

Yusuf menerangkan, bukan tak boleh bakul menampung hasil laut nelayan. Namun transaksi harus dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan. Pada prinsipnya, baik bakul, nelayan dan koperasi itu harus untung.

“Dengan bertransaksi di TPI, maka nelayan akan mendapatkan harga jual terbaik dan terhindar dari praktik-praktik monopoli atau ijon bakul. Termasuk mendukung kepentingan pemerintah untuk menarik retribusi,” terangnya.

Baca juga:  Ahli Waris Penderes Kelapa di Pangandaran Terima Santunan

Sementara itu, pengelolaan TPI di Pangandaran sendiri saat ini dikerjasamakan dengan koperasi nelayan, salah satunya koperasi nelayan Minasari. Kondisi ini berbeda dengan daerah lain. Di mana, TPI dikelola langsung oleh Pemkab.

Ketua DPRD Asep Noordin bilang, pengelolaan TPI dengan melibatkan koperasi nelayan membantu koperasi. Di sisi lain, diakuinya, koperasi kurang memiliki kekuatan untuk memaksa nelayan dan bakul agar bertransaksi di tempat pelelangan. (R002/dede ihsan)

BACA JUGA: Pemkab Pangandaran Bakal Bangun Sentra UMKM di Kawasan Kampung Turis