SUMEDANG, ruber.id – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Sumedang meluncurkan program Wadah Sampah Perdesaan (Wasades).
Program pengelolaan sampah ini terinspirasi dari cara orangtua zaman dulu dalam mengelola sampah.
Wasades diharapkan mampu mengoptimalkan pengelolaan sampah di wilayah perdesaan.
Kepala Dinas LHK Sumedang Yosep Suhayat menjelaskan, inovasi Wasades ini awal mula digagas Kepala Bidang Pengelola Sampah dan Pertamanan DLHK Sumedang Ayuh Hidayat.
Inovasi Wasades mulai diuji coba di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Desa Cisalak Kecamatan Cisarua.
Inovasi ini, kata Yosep, sengaja diluncurkan sebagai upaya meminimalisasi terjadinya penumpukan residu sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Sebab, kata Yosep, dengan adanya program Wasades ini, maka volume sampah dari desa yang dibuang ke TPA akan berkurang.
Karena sampah rumah tangga yang berasal dari perdesaan itu, nantinya akan diolah terlebih dahulu oleh warga sebelum akhirnya dibuang ke TPA.
“Untuk itu, kami berharap dukungan dari semua pihak termasuk pemerintah kecamatan, desa, dan juga warga.”
“Untuk bersama-sama menjaga lingkungan agar tetap bersih dan sehat,” kata Yosep, saat meninjau kegiatan simulasi pengelolaan Wasades, di wilayah Desa Cisalak, Jumat (12/6/2020).
Sementara, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Pertamanan pada DLHK Sumedang Ayuh Hidayat menyebutkan, inovasi Wasades ini terinspirasi oleh cara pengelolaan sampah tradisonal yang biasa dilakukan oleh orangtua zaman dulu.
“Pengelolaan sampah dalam program Wasades ini, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengelolaan sampah di TPA, dengan sistem sanitary landfil,” katanya.
Di mana, kata Ayuh, sampah-sampah yang dipungut dari rumah-rumah penduduk akan dikumpulkan di TPS.
Kemudian, sampah akan dipilah oleh petugas pengelola sampah.
Pemilahan ini, kata Ayuh, untuk memisahkan antara sampah organik dan nonorganik.
“Sampah organik yang memiliki nilai ekonomis, bisa diolah atau dijual oleh pihak pengelola.”
“Sedangkan untuk sampah nonorganik akan langsung masuk ke dalam lubang sampah.”
“Jadi, sampah yang nantinya akan diangkut atau dibuang ke TPA hanya tinggal sisa sampah nonorganik yang tidak memiliki nilai ekonomis,” jelasnya.
Dengan cara pengelolaan seperti ini, kata Ayuh, paling tidak akan mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA.
Sebab, sampah yang dibuang ke TPA hanya tinggal residu atau sisa sampah saja.
Sementara, lanjut Ayuh, untuk mengindari pencemaran lingkungan, sampah organik yang telah masuk ke dalam lubang sampah, nantinya akan langsung dikubur agar hancur.
“Jadi cara pengelolaannya seperti yang biasa dilakukan warga di perdesaan.”
“Dulu juga hampir setiap rumah pasti selalu membuat lubang pembuangan sampah di belakang rumahnya, dan cara ini coba kami kembangkan lagi sekarang,” ucapnya.
Pola seperti ini, kata Ayuh, diyakini dapat meminimalisasi masalah penumpukkan sampah di lingkungan.
Karena, kata Ayuh, jika lubang sampah telah penuh dan terkubur oleh tanah, nantinya dapat dipergunakan lagi untuk pembuangan berikutnya.
“Pengelolaan Wasades ini nantinya akan dilakukan oleh Karang Taruna di tiap desa,” tuturnya. (R003)
BACA JUGA: Limbah Medis Melimpah Sejak Wabah Corona, Volume Sampah di Sumedang Naik 30%