Kopi Sumedang Masih Potensial, Itje Sarankan Buka Jalur Kerjasama

BERITA SUMEDANG, ruber.id – Sektor pertanian kopi di Kabupaten Sumedang. Masih potensial untuk dikembangkan sehingga petaninya bisa mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.

Pengurus DPP Golkar Pusat Itje Siti Dewi Kuraesin menyoroti pengembangan komoditas kopi Sumedang agar tak terhenti sebatas hasil pertanian.

“Kopi Sumedang bisa dipersiapkan menjadi sektor industri,” ucapnya, Jumat (8/3/2019).

Produksi Kopi Sumedang 300 Ton Pertahun

Menurut Itje, produksi kopi yang dihasilkan petani Sumedang dalam setahun rata-rata 300 ton.

“Tetapi, selama ini kopi hasil tanam petani dijual murah,” katanya.

Menurutnya, hal ini terjadi karena petani kopi memang hanya fokus menanam dan menghasilkan kopi.

“Padahal, jika mereka terlibat dalam pemrosesan lebih lanjut dalam industri kopi. Penghasilan mereka akan lebih besar,” kata Itje.

Baca juga:  Data Fakta Terungkapnya Pabrik Produksi Obat Keras Ilegal di Paseh Sumedang

Itje menuturkan, harga jual itu sangat rendah dibandingkan harga setelah kopi tersebut di-roasting.

“Setelah proses rosting harganya bisa naik berkali-kali lipat,” ucap Itje.

Lebih lanjut, kata Itje, selama ini Pemkab Sumedang baru memberikan bantuan berupa bibit kopi dan pupuk.

“Itu bagus. Tetapi akan lebih bagus lagi jika produktivitasnya pun ditingkatkan. Saya dengar, Pemkab Sumedang sudah berkomitmen untuk memfasilitasi. Selain itu, mengembangkan pertanian dan industri kopi. Namun, saya belum tahu programnya seperti apa,” sambung dia.

Untuk meningkatkan produktivitas petani kopi, menurut Itje, bisa menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi. Seperti ITB atau Fakultas Pertanian Unpad.

“Bahkan, kini di SMK Pertanian Pembangunan Negeri Tanjungsari Sumedang. Ada jurusan kopi. Ini merupakan satu-satunya sekolah di Jabar yang memiliki jurusan kopi. Tinggal dibuka saja jalur kerja samanya,” katanya.

Baca juga:  Longsor di Cimanggung Sumedang, Satu Rumah Rusak Berat

Hambatan lainnya, menurut Itje, petani masih kesulitan dalam mengakses permodalan. Sehingga ada kalanya petani terapaksa menjual kopi yang belum waktunya dipanen. Praktik-praktik ijon ini masih terjadi.

“Saat kopi belum siap panen. Sudah dijual pada pengusaha di luar Sumedang. Konsekuensinya, penghasilan petani kecil.”

“Ke depan, mudah-mudahan kopi yang dihasilkan tidak lagi dijual dengan cara langsung diangkut dari kebun. Melainan diproses terlebih dahulu sehingga daya jualnya lebih tinggi,” tutur calon anggota DPR RI untuk Dapil Sumedang-Majalengka-Sumedang ini. (Arsip ruber.id)