Ziarah Makam Prabu Geusan Ulun, Penerus Tahta Kerajaan Pakuan Padjadjaran

Ficer
PEZIARAH memasuki kompleks makam Prabu Geusan Ulun di Dayeuh Luhur, Sumedang. dok/ruber.id

GANEAS, ruber.id – Prabu Geusan Ulun, merupakan raja ke 10 Sumedang Larang sekaligus penerus Kerajaan Pakuan Padjadjaran.

Tepatnya, setelah Kerajaan Pakuan Padjajaran runtuh diserang Kesultanan Banten.

Ini ditandai dengan diserahkannya Mahkota Binokasih dari Prabu Nusiya Mulya atau Suryakancana kepada Prabu Geusan Ulun.

Mahkota Binokasih berikut perhiasan serta atribut kebesaran Kerajaan Pakuan Padjadjaran lainnya diserahkan sebagai bentuk pernyataan sebagai penerus kekuasaan Pakuan Padjadjaran.

Mahkota Binokasih, diserahkan kepada Prabu Geusan Ulun oleh 4 Kandaga Lante (Bangsawan).

Terdiri dari Sanghyang Hawu (Embah Jaya Perkosa), Batara Pancar Buana (Terong Peot), Batara Dipati Wiradijaya (Nganganan), dan Batara Sanghyang Kondang Hapa.

Prabu Geusan Ulub memerintah Sumedang Larang kurun tahun 1579-1601.

Sebelum wafat, Prabu Geusan Ulun memilih tinggal hingga wafat dan dimakamkan di Desa Dayeuh Luhur, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Baca juga:  Polres-Kodim Sumedang Bagikan 300 Paket Takjil

Kuncen generasi ke 10 makam keramat Prabu Geusan Ulun, Dudu Binatawirya menyebutkan, Prabu Geusan Ulun memilih menetap di Dayeuh Luhur karena ketika itu, Patih Eyang Jaya Perkosa gugur di medan laga.

Eyang Jaya Perkosa, jagoannya sang Prabu dikabarkan meninggal dalam krisis dua kerajaan yakni Kerajaan Sumedang Larang dan Kerajaan Cirebon.

“Sejak saat itu hingga wafatnya, Prabu Geusan Ulun dimakamkan di sini (Dayeuh Luhur),” tuturnya.

Selain makam Prabu Geusan Ulun, di lokasi ini juga terdapat makam Nyi Mas Ratu Haris Bayu Prameswari Prabu Geusan Ulun.

Kemudian makam Pangeran Rangga Gempol I, dan petilasan terakhir, telapak kaki di batu, dan tongkat Eyang Prabu Jaya Perkosa.

Baca juga:  Mengenal Candi Blandongan, Situs Peninggalan Kerajaan Tarumanagara di Karawang

Sebelum tilem atau menghilang dari puncak Gunung Dayeuh Luhur. Di sini, juga terdapat tujuh pancuran atau curug.

Yakni Ci Asihan, Ci Kajayaan, Ci Kahuripan, Ci Kaweudukan, Ci Deurma, Ci Seugeur, dan Ci Paingan.

Saat ini, Dayeuh Luhur dikenal sebagai desa wisata.

Selain wisata ziarah, Dayeuh Luhur juga memiliki panorama alam memikat dengan udara sejuk khas pegunungan.

Tak heran, jika hingga saat ini, puluhan ribuan peziarah datang dari berbagai daerah, setiap tahunnya.

“Setiap hari, jumlah peziarah yang datang mencapai ratusan. Bahkan, sebulan sekali, pada malam kliwonan, apalagi malam Jumat kliwon.”

“Peziarah yang datang ke sini bisa lebih dari 2.000 orang. Puncaknya pada Mulud, pengunjung bisa mencapai 10.000 peziarah,” ujar Dudu tahun 2012. (R003)

Baca juga:  Jalan Bandung-Cirebon di Tomo Sumedang Ambles Lagi, Truk Besar Sulit Bergerak

Baca berita lainnya: Goong Renteng dari Sumedang, Seni Sunda Buhun Peninggalan Prabu Geusan Ulun