SUMEDANG, ruber — Wakil Bupati Sumedang H Erwan Setiawan tampak menikmati alunan musik tradisional tarawangsa usai membuka upacara adat ngalaksa di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Selasa (16/7/2019).
Wabup pun mengapresiasi budaya tradisi masyarakat Rancakalong yang masih tetap dilestarikan tiap tahunnya.
Wabup memandang, ngalaksa sebagai salah satu kekayaan budaya milik masyarakat Sumedang.
Terlebih, saat ini Sumedang tengah melaksanakan kebijakan Sumedang Puseur Busaya Sunda, yang isinya menitikberatkan pada pemberdayaan daerah di bidang budaya dan pariwisata.
“Sumedang yang kaya akan nilai-nilai budaya dan falsafah hidup, sangat diharapkan mampu mengisi, melengkapi, dan menjadi panutan masyarakat Jawa Barat,” ucapnya.
Oleh karena itu, Wabup berharap adat budaya tersebut tidak luntur ditelan zaman, tetapi harus terus dilestarikan.
“Saya harap ngalaksa tidak hanya menjadi event di Kabupaten Sumedang saja, tetapi harus menjadi event nasional” ujarnya.
Salah satu bentuk dukungan pengembangan seni dan budaya adalah dengan dibangunnya geotheater atau gedung pusat seni budaya di Desa Sukamaju, Kecamatan Rancakalong.
“Dengan dibangunnya geotheater ini, diharapkan menumbuhkembangkan seni dan budaya Sumedang, khususnya di Desa Rancakalong,” tuturnya.
Wabup pun meminta Sumedang Puseyr Budaya Sunda jangan hanya sebatas jargon, tetapi benar-benar dibuktikan dengan usaha dan fakta.
“Kita jangan hanya bangga dengan sebutan Sumedang Puseur Budaya Sunda, tapi juga harus buktikan bahwa Sumedang benar-benar mempertahankan dan mengembangkan budaya,” pintanya.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Upacara Adat Ngalaksa Sukarya menyebutkan, ngalaksa merupakan event budaya dan wisata tahunan di Kecamatan Rancakalong.
Ngalaksa dilesenggarakan oleh lima rurukan (kelompok adat) dari sembilan desa yang ada di Rancakalong secara bergantian.
Selama seminggu, warga membuat makanan dari beras sebagai bahan pokok untuk membuat ‘laksa’ yang dibungkus daun congkok.
Selama proses pembuatan laksa tersebut, lanjut Sukarya, warga secara bergantian menari siang dan malam dengan diiringi alat musik Tarawangsa (sejenis Rebab) dan Jentreng (sejenis Kecapi).
Ngalaksa, diyakini sudah berlangsung sejak abad ke 8, semula bertujuan untuk mensyukuri hasil panen masyarakat sekitar.
“Seiring berjalannya waktu, acara ngalaksa berkembang menjadi seni budaya tradisi yang begitu populer dan mempunyai daya tarik wisata,” ujarnya.
Upacara adat tersebut sarat akan nilai-nilai positif yaitu silaturahmi, gotong royong, ukhuwah, sharing ilmu pengetahuan, edukasi, wujud syukur kepada Tuhan, persahabatan, hiburan, pelestarian nilai-nilai luhur serta beberapa hal lain yang dipandang positif. luvi