Ujung Cerita Polemik UU KPK Versi BEM Unpad Jatinangor
SUMEDANG, ruber.id — Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran (Unpad) Kampus Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat menginisiasi diskusi akademik terkait ujung cerita dari polemik UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Aula Gedung B FISIP Unpad, Jumat (18/10/2019).
Presiden BEM Unpad Rizal Ilham menyatakan bahwa polemik UU KPK menimbulkan banyak perdebatan dari kalangan pro dan kontra.
BACA JUGA: Demo di Gedung MPR/DPR RI: BEM Priangan Timur Tak Ingin Pulang
Sehingga, kedua belah pihak perlu untuk selalu duduk bersama dengan potensinya masing-masing agar dapat dicari solusi secara ilmiah dan berandaskan konstitusi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Seperti yang telah diketahui bahwa, UU KPK yang telah disahkan dalam sidang paripurna DPR RI ternyata menimbulkan masalah.”
“Banyak perdebatan yang terjadi antara yang pro dan yang kontra. Saya pikir, perlu duduk bersama dengan potensi masing-masing dan saling mencerdaskan.”
“Sehingga menemukan langkah terbaik yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan korupsi di Indonesia,” ucap Rizal kepada wartawan, Sabtu (19/8/2019).
Rizal menyebutkan, dalam diskusi membahas bagaimana menyikapi undang-undang yang telah diketok palu dalam paripurna DPR RI oleh berbagai pihak ini, termasuk di dalamnya mahasiswa.
Sementara, salah satu Dosen Fisip Unpad Akbar mengatakan, UU KPK akan berlaku secara otomatis setelah 30 hari tanpa harus ditandatangani Presiden.
Sehingga, kata Akbar, dengan banyaknya pihak yang menilai jika UU KPK yang telah direvisi dan melemahkan kinerja KPK ini, Presiden diminta untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Akan tetapi, kata Akbar, masih ada cara lain untuk melakukan revisi kembali UU KPK.
Setidaknya, lanjut Akbar, secara konstitusional ada tiga langkah yang bisa diambil untuk membatalkan UU KPK. Yakni melalui Judicial Review, Legislative Review, dan Perppu.
“Pada dasarnya, undang-undang ini sudah disepakati dalam rapat paripurna DPR RI. Jadi, meski pun tidak ditandatangani oleh Presiden, setelah 30 hari UU KPK ini akan tetap berlaku.”
“Ada tiga cara yang dapat dilakukan masyarakat dan pihak yang merasa perlu untuk membatalkan UU ini. Yakni melalui Judicial Review, Legislative Review, atau Presiden mengeluarkan Perppu dan tiap pilihan tentu ada syarat serta ketentuan proses yang berlaku,” ucap Akbar.
Akbar menjelaskan, dalam melakukan tindakan Judicial Review dan Legislative Review akan membutuhkan waktu yang cukup lama guna menuntaskan permasalahan tersebut.
Akibatnya, lanjut Akbar, selama kedua proses tersebut dilakukan, UU KPK hasil revisi tetap berlaku.
Judicial Review dapat ditempuh melalui Mahkamah Konstitusi (MK) dan paling cepat akan selesai dalam waktu 1 tahun.
Sedangkan langkah Legislative Review adalah mengembalikan pembahasan kepada DPR selaku pembuat UU.
Mengingat, cara ini membutuhkan keseriusan para anggota DPR untuk membahasnya, sebab UU KPK dinilai menyimpan banyak kepentingan politik.
“Pilihan terakhir yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi UU KPK yang telah disahkan ini yaitu Presiden mengeluarkan Perppu.”
“Dalam pelaksanaannya, Perppu ini bisa langsung berlaku. Tapi, proses keluarnya Perppu ini hanya bisa dilakukan jika terjadi situasi yang sangat genting. Sehingga, kegentingan ini akan mendesak Presiden mengeluarkan Perppu tersebut,” ujar Akbar. luvi