BERITA PANGANDARAN, ruber.id – Video ricuh yang menampilkan dua kelompok masyarakat berselisih di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat menemukan titik terang.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, kejadian dalam video ricuh di Pangandaran tersebut, terjadi pada Kamis (29/8/2021) lalu.
Lokasinya, di lahan belakang kawasan Pasar Wisata di Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran.
Kronologi Video Ricuh di Pangandaran
Dua kelompok yang berselisih itu adalah kelompok petani penggarap dan pihak swasta yang hendak melakukan pematangan lahan.
Dari rekaman video tersebut terungkap pihak petani mengklaim lahan tersebut adalah milik negara.
Sementara, pihak pengembang menyatakan lahan itu miliknya dengan menunjukan bukti pembayaran pajak atau SPPT.
Saat dihubungi, tim legal PT Trijaya Permana Sejati Didik Puguh Indarto membenarkan, jika video insiden itu terjadi di lahan yang sedang digarap oleh pihaknya.
“Kalau soal insiden itu, biarkan pihak kepolisian menjalankan tugasnya. Yang pasti kami sangat menyesalkan insiden tersebut,” kata Didik Puguh, Senin (2/8/2021).
Jika ada pihak yang keberatan atas kepemilikan lahan tersebut, pihaknya mempersilakan untuk menempuh jalur hukum.
Ia meminta, untuk tidak melakukan hal-hal dengan cara kekerasan.
“Jangan sampai mengganggu kondusifitas. Kalau ternyata tidak mampu membuktikan ya sudah mundur, jangan pakai cara kekerasan,” ujarnya.
Didik menuturkan, PT Trijaya Permana Sejati menguasai lahan itu setelah ada peralihan hak atau jual beli.
Sebelumnya, lahan SHGB nomor 7 sampai 14 itu merupakan lahan eks Star Trust yang pada awal tahun 2000-an sempat terjadi sengketa.
Namun, kata Didik, masalah itu sudah clear, karena pada tahun 2003 sudah ada akta perdamaian.
Sejak saat itu, pemilik 8 sertifikat lahan SHGB nomor 7 sampai 14 Desa Pananjung itu adalah Ny Parwati dan kawan-kawan, yang merupakan bos lembaga keuangan OCBC NISP.
“Saat ini sudah dilakukan peralihan hak kepada kami, yakni PT Trijaya Permana Sejati. Semua aspek legal formal sudah kami tempuh,” tuturnya.
Kemudian, pihak perusahaan milik pengusaha lokal Pangandaran, yakni Sodikin itu hendak melakukan pematangan lahan untuk pengembangan kawasan wisata.
“Merujuk dokumen RDTR, kawasan itu memang diproyeksikan untuk pengembangan penunjang pariwisata, bukan lahan pertanian.”
“Jadi lagi-lagi apa yang kami lakukan selaras dengan peraturan yang ada,” terangnya.
Rencana Penjualan Lahan
Didik menyebutkan, lahan dengan luas sekitar 46 hektar itu, rencananya akan dijual dengan cara dipecah.
Dijadikan sekitar 1.200 kavling dengan luas mulai 285 meter sampai 700 meter.
Pembangunan diproyeksikan untuk menunjang aktivitas pariwisata, entah itu hotel, pusat kuliner dan lainnya.
“Secara aspek legal kami berhak atas tanah tersebut.”
“Kami membeli dan itu dilindungi aturan. Kalau ada yang berkeberatan silakan tempuh jalur hukum.”
“Kalau nekat melakukan kekerasan dan melawan hukum, silakan berurusan dengan aparat keamanan, kami tidak akan terpancing,” sebutnya.
Tanggapan Perkumpulan Kelompok Petani Mandiri Pananjung
Dihubungi terpisah, Ketua Perkumpulan Kelompok Petani Mandiri Pananjung Pangandaran Cucu Supriadi mengakui adanya perusahaan yang hendak membangun lahan tersebut.
Petani penggarap terpecah menjadi empat kelompok.
Mereka terpecah karena berbeda pandangan dalam menyikapi pembangunan lahan itu.
Meski mayoritas petani penggarap ikut bergabung ke kelompok Cucu.
“Kalau kami menerima dan mendukung walaupun kami harus kehilangan lahan garapan.”
“Kami memahami bahwa sistem kepemilikan tanah ada aturannya.”
“Apalagi mereka punya sertifikat HGB, jadi mereka pemilik yang sah,” jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya memiliki harapan supaya pihak perusahaan memiliki kepedulian untuk memberikan pengganti.
“Kami minta tanaman diganti. Syukur kalau kami juga diberi lahan garapan pengganti. Karena kami sudah menggarap lahan itu selama bertahun-tahun,” ucapnya.