Sikap Pemerintah Indonesia Kecam Rusia Bertentangan dengan Warga +62

Sikap Pemerintah Indonesia Kecam Rusia Bertentangan dengan Warga
Perang Rusia-Ukraina. Foto from Pixabay.

BERITA INTERNASIONAL, ruber.id – Sikap pemerintah Indonesia mengecam Rusia yang menginvasi Ukraina bertentangan dengan warganya, terutama etnis China.

Invasi Rusia ke Ukraina telah membuat banyak negara mengambil sikap dan menunjukkan eksistensi pandangan politik negaranya dalam isu dunia.

Indonesia dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang diwakili oleh Duta Besar Arrmanatha Nasir ikut mengecam Kremlin yang menggempur Kyiv dan membuat banyak jatuh korban dari kalangan sipil.

Namun, sikap pemerintahan Indonesia mengecam Rusia ini bertolak belakang dengan warganya, masyarakat +62, terutama untuk mereka yang warga keturunan dan sebagian besar muslim.

Nama Rusia, lebih harum ketimbang Ukraina yang didukung Amerika Serikat.

Memang, baik Rusia maupun AS sama-sama memiliki catatan buruk gempuran mereka ke pelbagai negara muslim dunia.

Rusia pernah dikutuk lantaran gempuran yang tak henti ke warga muslim Chechnya dan berakhir memasuki awal abad 21, yakni pada tahun 2000 silam.

Sejak itu hingga sekarang, 22 tahun, Federasi Rusia berusaha memperbaiki hubungannya, bukan hanya pada warga muslim Chechnya namun juga muslim seluruh dunia.

Baca juga:  China Geram, Putri Bos Huawei Diekstradisi Kanada ke AS

Rusia, bahkan kerap merapat dan menjalin kerjasama dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim.

Seperti Suriah, Iran, Turki, hingga Lebanon, seperti dilansir dari South China Morning Post (SCMP), Selasa (8/3/2022) kemarin.

Ukraina Ibarat Mantan Istri Main Mata dengan Pria Kaya

SCMP mengambil sudut pandang dari warga Indonesia keturunan Tionghoa, terutama saat China mengambil langkah mendukung Rusia.

Salah satu yang menjadi nara sumber adalah Mako Setiawati, wanita asal Situbondo, Jawa Timur, sering mendapatkan kabar seputar perang Rusia-Ukraina dari media sosial berbahasa China, Weibo.

Mako menjelaskan, pesan tersebut dan menganalogikan Rusia-Ukraina sebagai eks pasangan suami-istri.

Rusia yang diibaratkan suami, harus merelakan Ukraina (istri) minta cerai dalam keadaan utang istri sangat banyak, suami lah yang melunasinya.

Meski demikian, sang istri (Ukraina) malah main mata dengan pria kaya (Amerika Serikat) serta ikut ‘melacurkan’ diri ke pria kaya tersebut bersama dengan beberapa orang lainnya (Orang lain ini analogi dari sekutu AS).

Baca juga:  Ventilator Robovan, Alat Ciptaan Universitas Gunadarma, Bantu Tenaga Kesehatan Tangani Pandemi Corona

Bukan hanya melacur, namun juga menjelek-jelekkan nama mantan suami.

Karena kehilangan kesabaran, sang suami hendak merebut anak-anak dari si istri (dalam hal ini wilayah-wilayah di bawah pemerintahan Ukraina termasuk Krimea). Akhirnya terjadilah invasi tersebut.

“Saya tidak bisa memberikan empati pada Ukraina, sebab sudah mengkhianati Rusia dan mereka (Ukraina) akhirnya menuai dari perbuatannya sendiri,” ujar Mako seperti dilansir dari SCMP.

Lebih lanjut, Mako tidak melihat kesalahan sedikit pun di pihak Rusia.

Menurut Kezia Dewi, salah satu mahasiswa Indonesia di Universitas Belgia KU Leuven, masyarakat Tionghoa di Indonesia sudah mengalami pergeseran sikap pada AS dan sekutunya.

Terutama, sejak AS menuding China sebagai biang keladi Covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia lewat narasi yang agresif.

Baca juga:  Ridwan Kamil Ikut Langsung dalam Pencarian Emmeril Kahn Mumtadz

“Akhirnya banyak masyarakat Tionghoa Indonesia bersikap defensif atas intimidasi AS ke China,” kata Kezia.

Bukan hanya warga Tionghoa, muslim Indonesia juga sinis terhadap AS, terutama atas keterlibatan mereka pada invasi Irak, Suriah, dan Afghanistan.

Sementara nama Rusia, masih jauh lebih baik di mata penganut Islam negeri ini.

Kedekatan Presiden Rusia Vladimir Putin dengan sejumlah negara Islam, termasuk Turki yang kini pengaruhnya sangat terdengar di seluruh dunia, membuat banyak kalangan berpersepsi bahwa Putin pro-Islam.

Hal tersebut diungkapkan oleh Radityo Dharmaputra, kandidat doktor Ilmu Politik di Universitas Tartu, Estonia.

Lepas perang Chechnya ke-2, Putin memang terlihat berusaha memperbaiki nama Rusia di mata negara-negara Islam hingga akhirnya menjadi lebih erat dari sebelumnya.

Meski Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak menyetujui invasi Rusia ke Ukraina, namun Erdogan menegaskan tidak akan memutus hubungan bilateral negaranya dengan Kremlin.

Penulis: Ardini Maharani DS/Editor: Bam