Sejarah Pahlawan Nasional Cut Nyak Dien, Semasa Hidup di Sumedang

Sejarah Cut Nyak Dien di Sumedang
Foto R003/ruber.id

BERITA SUMEDANG, ruber.id – Cut Nyak Dien. Namanya dikenal sebagai pejuang wanita asal Aceh Barat.

Beliau dikenal luas sebagai pahlawan nasional yang gigih melawan penjajah Belanda. Sejak perang Aceh meletus pada 1873.

Karena semangat perjuangannya melawan penjajahan Belanda ini pula, istri dari Teuku Ibrahim (suami pertama).

Dan Teuku Umar (suami kedua setelah Teuku Ibrahim gugur di medan perang) ini pula, pada 11 Desember 1906, beliau dibuang jauh dari tanah asalnya ke sebuah daerah terpencil.

Yaitu, sekitar 45 kilometer Timur Laut Kota Bandung, yakni di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

Cut Nyak Dien Dikagumi Warga Sumedang karena Hafiz Alquran

Juru Kunci Makam Pahlawan Cut Nyak Dien Asep Gusnandar menyebutkan, bagi masyarakat Sumedang, Cut Nyak Dien tak sekadar pahlawan nasional.

Beliau, tinggal di Sumedang selama dua tahun. Dari sejak kedatangannya pada 11 Desember 1906 hingga wafatnya pada 6 November 1908, dihormati dan dikagumi.

Masyarakat Sumedang mengagumi sosok Cut Nyak Dien, karena seorang hafiz Alquran.

Selain itu, beliau juga turut menyiarkan Islam di tanah bekas kerajaan Sumedang Larang ini.

Asep menjelaskan, Cut Nyak Dien tiba di Sumedang pada 11 Desember 1906.

Oleh pemerintah kolonial Belanda di bawah Gubernur Jenderal Belanda J.B.V. Heuts, beliau diserahkan kepada Bupati Sumedang pada saat itu.

Yaitu, Pangeran Suriaatmadja atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Mekah.

“Saat itu, beliau didampingi dua orang pengawalnya. Yakni pria paruh baya bekas panglima perang, dan seorang anak berusia 15 tahun bernama Teuku Nana.”

“Tapi pada saat diserahkan itu, Belanda merahasiakan identitas beliau,” jelas Asep diwawancara ruber.id, belum lama ini.

Baca juga:  Profil Torakusu Yamaha, Tokoh Inspiratif di Industri Musik dan Otomotif

Asep mengatakan, setibanya di Sumedang, Pangeran Mekah menyerahkan Cut Nyak Dien kepada ulama besar Masjid Agung Sumedang KH Sanusi.

“Sejak tiba di Sumedang, kondisi beliau sudah sakit-sakitan. Selain itu, matanya jyga sudah tidak bisa melihat.”

“Tapi, dengan kemampuan beliau yang hafal Alquran di luar kepala. Membuat warga Sumedang, khususnya ibu-ibu di lingkungan Masjid Agung Sumedang, kagum terhadap beliau.”

“Dan meminta beliau untuk mengajari ibu-ibu, juga warga lainnya membaca Alquran,” jelas Asep.

Asep mengatakan, selain diminta warga mengajar baca Alquran di Masjid Agung Sumedang. Cut Nyak Dien juga, rutin menggelar pengajian di lingkungan sekitar Masjid Agung Sumedang.

“Pada saat itu, warga menyebut beliau sebagai Ibu Perbu (Ibu Ratu) dari Seberang, dan Ibu Suci karena beliau hafiz Alquran,” ucap Asep.

Sejak Tiba hingga Wafat, Identitas Cut Nyak Dien Tidak Diketahui

Meski identitas asli Cut Nyak Dien, semasa tinggal di Sumedang hingga jauh setelah beliau wafat tidak diketahui warga.

Namun, beliau menjadi sosok yang dikagumi warga Sumedang karena beberapa alasan.

“Selain beliau hafiz Alquran dan mengajarkan Alquran hingga turut menyiarkan Islam di Sumedang pada masanya.”

“Beliau juga dihormati warga karena merupakan amanat Bupati Sumedang Pangeran Mekah. Yang meminta KH Sanusi dan warga Sumedang lainnya merawat beliau dengan baik,” jelas Asep.

Karena dititipkan kepada ulama Sumedang pula, sambung Asep, pada saat itu, beliau dekat dengan para ulama.

Karena itu, beliau begitu disegani dan sebagai ungkapan penghormatan itu, beliau disebut Ibu Perbu dan Ibu Suci.

Warga Sumedang Menolak Makamnya Dipindah ke Aceh

Hingga Cut Nyak Dien wafat pada 6 November 1908. Tak ada seorang warga Sumedang pun yang mengetahui identitas asli beliau. Sebagai seorang pejuang wanita asal Aceh.

Baca juga:  Berdiri Sejak 1851, Western Union Menjelma Menjadi Layanan Pengiriman Uang Terpercaya dan Inovatif

Asep mengatakan, selain identitas aslinya dirahasiakan Belanda. Juga terkendala perbedaan bahasa antara Cut Nyak Dien dengan warga Sumedang, yang mayoritas berbahasa Sunda.

“Selain mengajarkan Alquran, jarang sekali ada warga di sini yang berkomunikasi secara langsung dengan beliau,” ucap Asep.

Asal Usul Cut Nyak Dien Baru Diketahui Tahun 1958

Asep menyebutkan, asal usul Ratu Perbu dari Seberang ini, baru diketahui sekitar tahun 1958.

Tepatnya, setelah Gubernur Aceh Prof Ali Hasmy, kala itu, melakukan pencarian dan penelusuran sejarah terkait Cut Nyak Dien.

“Pada tahun itu, Gubernur Aceh, Pak Ali Hasmy menemukan data terkait informasi Cut Nyak Dien di Negeri Belanda.”

“Dari data dan informasi itu, Gubernur Aceh kemudian melakukan pencarian hingga ke Sumedang,” sebut Asep.

Hingga pada akhirnya, kata Asep, diketahui bahwa sosok perempuan yang disebut sebagai Ibu Perbu dari Seberang.

Yang mana, dimakamkan di kompleks Pemakaman Keluarga KH Sanusi (Kompleks pemakaman leluhur Sumedang lainnya dari Pangeran Sugih, ayah dari Bupati Sumedang Pangeran Mekah).

Dan kini, dikenal sebagai Kompleks Makam Keluarga Gunung Puyuh itu adalah Pahlawan Nasional, Cut Nyak Dien.

Berkat jasa Gubernur Aceh Ali Hasmy itu pula, identitas pejuang wanita dari Aceh yang dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional. Melalui Keppres Nomor 106/1964, tanggal 2 Mei 1964 itu diketahui Cut Nyak Dien.

Kemudian, kata Asep, makam Cut Nyak Dien direnovasi pada tahun 1987 oleh Gubernur Aceh Prof. Ibrahim Hasan.

Selain bangunan makam, pada tahun itu pula, di sekitar makam di bangun Meunasah (musala).

Baca juga:  Anak 5 Tahun Diikat Rantai dan Disekap di Sumedang

Memiliki luas bangunan 30,24 meter persegi dan luas lahan 2990 meter persegi. Kompleks Pemakaman Keluarga Gunung Puyuh di Desa Sukajaya, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang ini diresmikan Gubernur Ibrahim Hasan pada tahun 1987.

Menolak Makam Beliau Dipindah ke Aceh

“Saking cintanya warga Sumedang pada sosok beliau. Ketika ada wacana, orang Aceh hendak memindahkan makamnya ke Aceh, warga Sumedang bulat menolak.”

“Ini karena, beliau sudah dianggap warga Sumedang sebagai Ibu mereka sendiri.”

“Selain itu, adanya keterikatan yang sangat kuat antara warga Sumedang dengan beliau,” ucap Asep.

Asep menjelaskan, penolakan warga Sumedang akan makam Cut Nyak Dien dipindahkan. Juga karena warga Sumedang, menginginkan agar tali silaturahmi antara warga Sumedang dengan Aceh tetap terjalin dengan baik.

Hingga akhirnya, dengan penolakan ini, masyarakat Aceh mengurungkan niat untuk memindahkan makam beliau ke Aceh.

Cut Nyak Dien, Sosok Tangguh Penebar Semangat Pantang Menyerah

Bagi masyarakat Sumedang, kata Asep, sosok pahlawan wanita ini merupakan sosok teladan. Pribadi yang tangguh, dan penebar semangat pantang menyerah.

“Semasa beliau tinggal di Sumedang. Meski kondisinya sudah tua, sakit-sakitan dan berada jauh dari tempat kelahiran dan keluarganya.”

“Namun, tetap menginsiprasi dengan semangatnya untuk tetap hidup dan bertahan di daerah pengasingan.”

“Bahkan, dengan semangat hidupnya, beliau juga tetap memberikan hal terbaik. Yakni dengan cara mengajarkan warga Sumedang pada masanya, membaca Alquran.”

“Maka tak heran, bila hingga saat ini, warga dari berbagai daerah. Terutama dari Aceh, datang berziarah ke makamnya di Sumedang,” sebut Asep.