KOPI PAGI, ruber.id – Benteng Van den Bosch, adalah sebuah bangunan berupa benteng peninggalan Belanda yang dibangun pada abad ke-19. Benteng ini merupakan pusat pertahanan Belanda di Jawa Timur.
Saat dibangun, benteng tersebut diberi nama Van den Bosch, yang merupakan nama Gubernur Jenderal ke-43 Hindia Belanda, yakni Johannes Graaf van den Bosch.
Benteng Van den Bosch Dibangun Jacobus von Dentzsch
Benteng ini dibangun oleh seorang arsitek Belanda bernama Jacobus von Dentzsch antara tahun 1839-1845.
Benteng ini lebih dikenal sebagai Benteng Pendem.
Sebuah benteng yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi.
Benteng ini memiliki ukuran bangunan 165×80 meter persegi, dengan luas tanah 15 hektare (Ha).
Lokasinya mudah dijangkau yakni dari Kantor Pemkab Ngawi kurang lebih 1 kilometer arah timur laut.
Letak benteng ini sangat strategis karena berada di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun.
Benteng ini dulu sengaja dibuat lebih rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi, sehingga terlihat dari luar terpendam.
Ngawi Jadi Pusat Pertahanan Belanda
Pada abad 19, Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur (Jatim).
Ngawi juga menjadi pusat pertahanan Belanda di wilayah Madiun dan sekitarnya dalam Perang Diponegoro (1825-1830).
Perlawanan melawan Belanda yang berkobar di daerah yang dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo dan di Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirotani.
Pada tahun 1825, Ngawi berhasil direbut dan diduduki oleh Belanda.
Untuk mempertahankan kedudukan dan fungsi strategis Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Hindia Belanda membangun sebuah benteng.
Pembangunan benteng ini selesai pada tahun 1845, yaitu Benteng Van Den Bosch.
Benteng ini dihuni tentara Belanda 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan 60 orang kavaleri dipimpin oleh Johannes van den Bosch.
Dipilihnya lokasi ini untuk pembangunan Benteng Van Den Bosch, karena Sungai Bengawan Solo dan Bengawan Madiun kala itu merupakan jalur perdagangan strategis.
Di mana, jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai ke bagian hulu.
Kala itu perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi.
Berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Gresik.
Demikian juga Madiun-Ngawi, dengan tujuan yang sama.
Lokasi Benteng Van Den Bosch sengaja dibuat rendah dari tanah sekitarnya yang lebih tinggi.
Hal ini bertujuan agar tersembunyi dan memenuhi unsur ideal bagi suatu benteng pertahanan.
Namun, dengan hebatnya arsitek Belanda saat itu dalam mendesain saluran drainase, walaupun berposisi lebih rendah dari tanah sekitarnya, lokasi Benteng mampu terhindar dari banjir.
Oleh karena itu, Benteng Van Den Bosch ini juga dikenal dengan sebutan benteng pendem oleh masyarakat sekitar.
Melihat usaha Belanda dalam menguasai wilayah Ngawi, Pangeran Diponegoro tidak tinggal diam.
Bersama salah satu pengikut setianya yaitu KH Muhammad Nursalim, ia melakukan perlawanan terhadap Belanda.
Selain itu juga mengajarkan agama Islam dan memotivasi perlawanan terhadap Belanda kepada masyarakat Ngawi.
Konon, KH Muhammad Nursalim memiliki kekuatan kebal terhadap peluru dan senjata.
Sehingga membuat pasukan Belanda merasa terdesak saat utusan Pangeran Diponegoro tersebut melakukan perlawanan bersama pasukannya.
Maka Belanda membuat siasat untuk menangkap dan kemudian mengubur KH Muhammad Nursalim hidup-hidup di sekitar zona inti Benteng Van Den Bosch.
Di sebelah selatan bangunan benteng Van Den Bosch, terdapat dua buah sumur.
Konon, sumur ini digunakan Belanda untuk membuang jenazah korban tahanan dan para pekerja rodi.
Sehingga, menjadi kuburan massal pada masa itu.
Kementerian PUPR Revitalisasi Benteng Van den Bosch
Benteng Pendem atau Benteng Van den Bosch, saat ini tengah dipugar oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Tujuannya, untuk menjaga agar bangunan cagar budaya ini tidak makin rusak.
Konsep revitalisasi Benteng Pendem disesuaikan dengan fungsi kota.
Yaitu, sebagai kota tujuan wisata dengan keselarasan lingkungan dan mempertahankan kearifan lokal.
Mulai dari tahap perencanaan hingga pembangunan dengan melibatkan pemerintah daerah.
Pemugaran ini diperkirakan akan selesai pada awal tahun 2023.
Meski sedang direstorasi, ada kemungkinan wisatawan tetap bisa ke sana. Namun, kapasitas akan dibatasi.
Selain karena pandemi, juga agar kunjungan tidak mengganggu proses pemugaran Benteng Pendem.