BERITA TASIKMALAYA, ruber.id – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diterapkan oleh Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Daerah Kota Tasikmalaya 3-20 Juli 2021 berdampak pada semua sektor. Salah satunya sektor ekonomi. Terutama penghasilan para buruh pabrik di Kota Tasikmalaya.
Keluh Kesah Buruh Pabrik di Kota Tasikmalaya
Seorang buruh pabrik tepung tapioka bagian angkutan di kawasan Gobras Tamansari, Wawan, 52, yang sudah bekerja sejak tahun 1990, mengeluhkan dampak pandemi yang saat ini melanda.
Ia mengaku pendapatan yang selama ini diterima tidak dapat mencukupi untuk menghidupi keluarganya.
Wawan menyadari, pandemi ini melanda setiap orang tanpa ada pandang bulu. Namun ia khawatir pandemi ini berlangsung terus dan tidak tahu kapan akan berakhirnya.
Saat ini ia hanya bisa bekerja hanya satu kali jalan dalam seminggu, karena order angkutan milik majikannya sepi. Sedangkan kebutuhan untuk keluarganya meningkat.
Tak jarang, untuk menutupi kebutuhan keluarganya, Wawan meminjam uang kepada majikannya.
“Hampir setiap minggu saya mengajukan pinjaman sebesar seratus ribu hanya untuk membeli beras untuk kebutuhan makan sehari-hari,” akunya kepada ruber.id saat ditemui di tempat kerjanya, Minggu (4/7/2021).
Terlebih, lanjut Wawan, saat ini sedang diberlakukan PPKM Darurat. Meski begitu, Wawan mengaku tidak takut kepada petugas yang berjaga selama PPKM darurat ataupun virus corona.
“Saya lebih takut istri dan anak tidak bisa makan, bagaimana ini? Saya bukan tidak mau bekerja, tetapi pekerjaannya pun tidak ada,” ungkapnya.
Pengusaha Tepung Tapioka Juga Terdampak Covid-19
Sementara itu, pemilik perusahaan tepung tapioka Wong Tjong Hoa membenarkan apa yang dikeluhkan oleh para karyawannya. Saat ini perusahaan tepung tapioka yang dikelolanya mengalami penurunan omset yang sangat drastis.
Wong Tjong Hoa menerangkan, selama pandemi ini omsetnya mengalami penurunan 60 persen. Secara otomatis, itu mempengaruhi penghasilan para karyawannya.
“Sejak pandemi omset kami turun drastis, hilang hampir 60 persenan, sekolah kan pada tutup, sedangkan tepung tapioka banyak dikonsumsi oleh para perajin makanan ringan seperti cilok, otak-otak, kerupuk.”
“Apalagi olahan seblak yang biasanya ramai sekarang ini jadi sepi sekali karena sekolahnya pada tutup,” ungkapnya.
Ia berharap semua karyawannya bisa lebih bersabar dan banyak berdoa atas musibah pandemi yang sedang melanda.
Namun demikian, ia pun tidak akan tinggal diam apabila ada karyawannya yang memerlukan biaya hidup, apalagi untuk makan sehari-hari.
“Yang penting kita masih bisa hidup dan diberikan kesehatan itu sudah anugerah yang sangat besar sekali yang patut kita syukuri,” katanya.
Saat ini, lanjutnya, yang perlu disiapkan adalah mental dan kedisiplinan masyarakat bagaimana beradaptasi di kebiasaan hidup baru di masa pandemi.
“Sektor makanan mungkin masih bisa berjalan karena itu kebutuhan hidup yang lebih pokok, tapi kalau seperti pegawai konveksi akan lebih parah sekali, siapa yang mau beli baju sekolahnya pun sudah ditutup kurang lebih dua tahun,” terangnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Elan dan Memet petugas parkir yang dipastikan tidak akan mendapatkan penghasilan karena lahan parkirnya di kawasan kuliner Jalan Empang Kota Tasikmalaya masuk dalam kawasan penyekatan. (indra)