Pahlawan Cut Nyak Meutia, Pejuang asal Aceh yang Tak Kenal Menyerah

Pahlawan Cut Nyak Meutia, Pejuang Wanita asal Aceh yang Tak Kenal Menyerah
Foto from google

KOPI PAGI, ruber.id – Cut Nyak Meutia, merupakan pahlawan nasional Indonesia, ditetapkan dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 107/1964.

Beliau merupakan putri dari Teuku Ben Daud Pirak dengan Cut Jah, dan merupakan satu-satunya anak perempuan dari keluarga tersebut.

Profil Cut Nyak Meutia dan Pahlawan asal Aceh yang Gigih Melawan Belanda

Cut Nyak Meutia mempunyai 4 saudara laki-laki, bernama Cut Beurahim, Teuku Muhammadsyah, Teuku Cut Hasen dan Teuku Muhammad Ali.

Orang tua Cut Nyak Meutia merupakan keturunan asli Aceh, dari Desa Pirak dan berada dalam daerah Keuleebalangan Keureutoe.

Pahlawan nasional Tjoet Nyak Meutia, atau Cut Nyak Meutia lahir pada 15 Februari 1870.

Beliau, mempunyai 3 suami bernama Teuku Syamsarif, Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong dan Pang Nanggroe.

Baca juga:  Profil KH Zainal Mustafa, Pahlawan Nasional Pendiri Pesantren Sukamanah Tasikmalaya

Dari pernikahannya bersama Teuku Muhammad, mereka dikaruniai anak bernama Teuku Raja Sabi.

Mereka berdua selalu ikut ke dalam medan perang, untuk melakukan perlawanan kepada para tentara Belanda.

Tapi sayangnya, pada maret 1905 suami Cut Nyak Meutia yaitu Teuku Tjik Tunong berhasil ditangkap.

Ia dihukum mati oleh para tentara Belanda, di tepi Pantai Lhokseumawe.

Sebelum Teuku Muhammad dieksekusi, ia menitipkan pesan kepada Pang Nanggroe. Yang tak lain, adalah sahabatnya sendiri untuk menjaga dan menikahi istrinya Cut Nyak Meutia.

Sesuai dengan wasiat suaminya, ia pun menikah dengan Pang Nanggroe untuk melanjutkan perlawanan kepada Belanda.

Mereka, bergabung dengan pasukan yang dipimpin oleh Teuku Muda Gantoe.

Baca juga:  Sejarah dan Latar Belakang Peringatan Hari Pers Nasional

Melarikan Diri ke Hutan, Gugur dalam Pertempuran pada 26 September 1910

Cut Nyak Meutia dan para wanita melarikan diri ke hutan, saat pertempuran melawan Korps Marechausée di Paya Cicem.

Sedangkan suaminya, Pang Nanggroe tetap setia di garis depan dan terus melakukan perlawanan.

Ia pun, akhirnya gugur pada tanggal 26 September 1910.

Pang Nanggroe dijuluki dengan Napoleon Aceh, karena kecerdikan dan siasatnya yang jitu. Mampu menewaskan para pasukan Belanda dalam jumlah besar.

Cut Nyak Meutia, harus memindahkan pasukannya dari gunung ke gunung.

Hal ini ia lakukan, untuk mempertahankan sisa pasukannya dan menghindar dari pasukan Belanda.

Karena ia tahu, bahwa pasukan musuh sudah menggencarkan pengejaran yang dikhususkan untuknya.

Baca juga:  Profil Gottlieb Daimler, Pendiri Mercedes-Benz yang Mengubah Dunia Otomotif

Hingga pada 24 Oktober 1910 di daerah Alue Kurieng, pasukan Cut Nyak Meutia telah dikepung oleh pasukan Belanda. Hingga menyebabkan pertempuran sengit.

Hal ini, menyebabkan ia harus gugur di medan perang. Karena terkena tembakan tiga butir peluru pada saat bertempur dengan Belanda.

Atas jasa-jasanya, maka Pemerintah Republik Indonesia mengabadikannya.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga menempatkan gambar Cut Nyak Meutia dalam pecahan uang kertas rupiah baru Rp1000.

Dan uang itu, sudah diresmikan pada tanggal 19 Desember 2016, sebagai alat pembayaran yang sah.