[OPINI] Ketimpangan antara Pembangunan dan Penanaman

DI zaman sekarang pembangunan kerap sekali digembor-gemborkan menjadi acuan majunya suatu daerah, adanya gedung megah, infrastuktur yang memadai.

Jalan bagus adalah tambahan persentase dalam suatu kemajuan, tetapi tidak memikirkan tentang seberapa besar penanaman.

Kita terlalu jauh terlena tentang pembangunan, di bangku sekolah dulu kita sering mendengarkan peribahasa ‘Menebang Satu Pohon Maka Tanam Seribu Pohon’.

Namun saat ini, peribahasa tersebut sudah menjadi bahasa klasik.

Saat ini, lahan kosong dijadikan bangunan megah, lahan sempit dibuat jalan, ratusan bahkan ribuan pohon kita tebang.

Hampir semua tanah kita pikirkan untuk dibangun apa di sana? Kita berpikir semua tanah harus ada tumpukkan semen agar tanah bisa dilalui kendaraan.

Baca juga:  Ada Dusta yang Diperbolehkan

Bukan menyalahkan pembangunan tetapi kerap sekali setiap pembangunan menghabiskan lahan.

Seharusnya, ada aturan dan dasar yang bisa memperkuat dan membuat ketidaktumpang tindihan antara pembangunan dan penanaman.

Contoh, ketika ingin membuat jalan, minimal di pinggir jalan harus diberi lahan untuk menanam pohon.

Bukan terfokus seberapa panjang dan seberapa meter pengecoran jalan, tetapi harus ada sarat ketika membangun fisik di pesisir jalan harus disediakan lahan untuk penanaman.

Maka dari itu, harus ada kerjasama antara dinas lingkungan hidup dan dinas terkait tentang seberapa meter kita membangun, seberapa banyak pohon di pinggir pembangunan untuk ditanam.

Sehingga tidak ada ketimpang tindihan antara pembangunan dan penanaman.

Baca juga:  Problematika Mendidik Anak di Era Sekularisme: Mengurai Solusi Islam untuk Kehidupan Berkeluarga

Anggaran tidak serta merta mempermudah akses masyarakat, melainkan menyelam sambil minum air dua hal sekaligus terjadi.

Masyarakat bisa menikmati akses pembangunan dan alam bisa terjaga. (*)

OLEH: Dendi Herdiana

*) PENULIS: Dendi Herdiana, Masyarakat Desa Sadapaingan, Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis.

loading…