OPINION, ruber.id – IPM Ala Islam, Membentuk Keluarga Tenteram. Oleh: Sumiati, Pendidik Generasi, Mahasiswi PAI, tinggal Bandung.
Standar hidup layak memang relatif. Namun, dalam Islam memiliki ketetapan yang paten, tidak bisa ditawar jika ingin semua masalah kelar.
Diketahui, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat tahun 2024 mencapai 74.92 meningkat 0.68 poin (0.92%). Dibandingkan, dengan capaian tahun sebelumnya, yaitu 74.24.
BPS Jawa Barat mencatat, selama periode 5 tahun terakhir. Yakni, tahun 2020–2024, IPM Jawa Barat rata-rata meningkat sebesar 0.79% per tahun.
Pertumbuhan IPM 2024, mengalami percepatan dari tahun sebelumnya. Seluruh dimensi pembuat IPM mengalami peningkatan. Terutama, pada dimensi standar hidup layak.
Seperti umur harapan hidup bayi yang lahir (UHH) pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 75.16 tahun, lebih lama 0.25 tahun dibandingkan dengan UHH pada tahun 2023.
Pada dimensi pengetahuan, Harapan Lama Sekolah (HLS) penduduk usia 7 tahun ke atas pada tahun 2024 meningkat sebesar 0.12 tahun (095%). Dari 12.68 tahun, pada tahun 2023 menjadi 12.80 tahun.
Sementara itu, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas juga meningkat sebesar 0.04 tahun (0.45%), dari 8.83 tahun pada 2023 menjadi 8.87 tahun, pada 2024.
Baru-baru ini, IPM dinilai meningkat, tetapi sayang, standar peningkatannya belum tepat.
Standar hidup layak ala BPS tidak singkron dengan keinginan masyarakat. Karena, tidak sesuai dengan realita yang ada.
Untuk makan bergizi, biaya tempat tinggal, listrik, air, kesehatan, BBM, dan lain sebagainya. Membutuhkan biaya yang yang sangat besar.
Sementara, semuanya terus naik harganya, tak terkendali. Ditambah pajak naik menjadi 12%, semakin berat apa yang dirasakan masyarakat.
Demikian IPM ala kapitalis, standar hidup layak yang tidak manusia. Kemiskinan di negeri ini tertutupi oleh sebagian orang kaya yang menampakkan hedonisnya mereka.
Standar hidup layak dinilai per kapita merupakan standar yang tidak jelas.
Hal ini, merupakan ukuran yang salah, lebih jelasnya ini merupakan tidak ada upaya serius dari penguasa untuk menangani masalah kemiskinan.
Bantuan apa pun, minim dan cenderung tidak tepat sasaran. Akhirnya, kemiskinan tak kunjung hilang dalam sistem kapitalis.
Di dalam Islam, standar hidup layak bagi setiap masyarakat, yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok, diantaranya pakaian, makanan, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan tak ketinggalan keamanan ketika ia tinggal di wilayah mereka.
Gizinya terpenuhi, pakaiannya layak, pendidikan standar, rumah juga layak huni. Terhindar dari bahaya apa pun, keseluruhannya terpenuhi sesuai syari’at Islam dalam bimbingan negara yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyatnya.
Peran Negara
Untuk memenuhi hal itu, negara memiliki peran mendidik dan mengayomi para ayah, agar bertanggungjawab atas keluarganya, memiliki pekerjaan yang layak dan mencukupi keluarganya.
Karena, ayah sejatinya pencari nafkah untuk keluarga sebagaimana firman-Nya, yang artinya:
“Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
“Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya.”
“Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula.”
“Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya.”
“Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.”
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Jelas sekali dalam penggalan ayat ini, perihal tugas ayah dalam keluarga.
Selain itu, ayah juga memiliki kewajiban mendidik dan menanamkan akidah yang kuat, ibadah yang khusuk, Rasulullah saw. bersabda:
“Didiklah anak-anakmu dengan tiga perkara: mencintai Nabimu; mencintai ahlul baitnya; dan membaca Alquran.”
“Karena, orang-orang yang memelihara Alquran itu, berada dalam lingkungan singgasana Allah pada hari ketika tidak ada perlindungan selain dari pada perlindungan-Nya; mereka beserta para Nabi-Nya dan orang-orang suci.” (At Thabrani).
Begitu pula dalam firman-Nya dalam Alquran, terkait kewajiban ayah untuk keluarganya. Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At Tahrim ayat 6).
Seorang ayah, tidak mungkin menunaikan semua itu, tanpa dukungan negara yang menyiapkan segala sesuatunya untuk membina para ayah.
Karena negara merupakan pengurus rakyatnya. Sebagai bukti bahwa penguasa bertanggungjawab atas warga negaranya. Wallahu a’lam bishshawab.***