twads.gg

Efek Pemanasan Global bagi Mahluk Hidup

Efek Pemanasan Global bagi Mahluk Hidup
Foto ilustrasi from Pixabay

KOPI PAGI, ruber.idEfek Pemanasan Global bagi Mahluk Hidup. Sejak Revolusi Industri, momen yang membuat bahan bakar fosil dapat digunakan untuk pabrik dan transportasi, Bumi semakin panas saja suhunya.

Dilansir dari National Geographic, tahun 2024 lalu adalah suhu terpanas bumi saat temperatur naik hingga 1,5 derajat Celcius.

Menurut para ahli, selama satu dekade ini setiap tahunnya memecahkan rekor suhu terpanas di rata-rata wilayah Bumi.

Ahli yang menciptakan rekayasa suhu bumi menunjukkan bahwa, Bumi belum pernah secepat ini memanas.

Biasanya, siklus memanas ini menujukkan momen saat Bumi hampir mencapai kepunahan massal mahluk penghuninya.

Pemanasan global dan perubahan iklim sering dianggap kata sinonim, namun ahli lebih memilih kata perubahan iklim.

Perubahan iklim menunjukkan bahwa naiknnya temperatur, bertambahnya jumlah bencana alam, perubahan habitat margasatwa, naiknya permukaan air laut, dan banyak dampak lainnya.

Seluruh dampak tersebut akibat ulah manusia yang terus memproduksi gas-gas rumah kaca yang dapat menjebak panas (efek rumah kaca). Di antaranya, adalah karbon dioksida dan methan ke atmosfer.

Baca juga:  Motah-19, Inovasi Pengolahan Sampah Sungai di Kota Bandung

Sebab Pemanasan Global

Ketika emisi bahan bakar fosil terpompa ke atmosfer, senyawa yang ada merubah efek kimiawi di langit dan menyebabkan sinar matahari tembus ke Bumi dan tetap tertahan di Bumi.

Siklus ini, menyebabkan Bumi tetap hangat dan disebut sebagai efek rumah kaca.

Karbon dioksida lumrah ditemukan pada gas rumah kaca dan kontributor utama polusi iklim di atmosfer.

Gas ini, adalah hasil dari produksi dan pembakaran minyak, gas, dan batubara.

Seperempat Karbon dioksida tercipta dari penebangan hutan atau agrikultur.

Methan adalah gas rumah kaca yang lumrah lainnya. Walau hanya mengisi enambelas perse emisi, efeknya 25 kali lebih ampuh daripada karbon dioksida dan terburai lebih cepat.

Methan, dapat menyebabkan perubahan suhu tiba-tiba, berarti mengurangi polusi ini dapat dengan cepat memperbaiki atmosfer.

Sumber gas ini, biasanya dari agrikultur (hewan ternak), bocornya produksi minyak dan gas, serta sampah di Tempat Pembuangan Sampah.

Baca juga:  Pararaton, Kitab Raja Singasari dan Majapahit

Efek Pemanasan Global

Satu dampak pemanasan global, adalah temperatur yang lebih tinggi di kutub utara dan selatan.

Artik memanas empat kali lebih cepat, dari seluruh permukaan Bumi.

Pemanasan global di kutub dapat mengurangi habitat es dan menganggu siklus laut yang menyebabkan cuaca tidak menentu di seluruh permukaan bumi.

Tidak hanya temperatur naik, kelembaban udara pun ikut naik. Setiap satu derajat yang naik, udara tujuh persen lebih lembab.

Kelembaban yang tinggi di atmosfer dapat menyebabkan banjir bandang, angin topan, dan badai salju yang lebih kuat lagi.

Organisasi Panel Perubahan Iklim Antar Negara (IPCC) mengemukaan beberapa laporan mengenai efek perubahan iklim.

Efek tersebut di antaranya adalah, ekosistem terumbu karang terancam, hutan yang mudah mengalami kekeringan, seringnya kebakaran lahan gambut, dan angin topan yang lebih besar lagi.

Baca juga:  Peringatan 18 Agustus, Hari Penting dalam Sejarah Indonesia dan Dunia

Cara Menanggulangi Pemanasan Global

Mengurangi efek pemanasan global secara teoritis dapat dicapai, namun secara politik, sosial dan ekonomi sangatlah sulit.

Seluruh emisi gas, harus dibatas untuk mengurangi pemanasan.

Contohnya minyak dan gas untuk mensuplai listrik dan industri harus diganti oleh teknologi tanpa emisi. Seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin.

Transportasi yang menjadi sumber utama emisi pun harus diganti oleh kendaraan listrik yang digunakan oleh pribadi maupun umum.

Selain itu, desain urban seperti jalur sepeda dan kota yang dapat dilalui oleh pejalan kaki.

Satu cara lainnya yang masih teori adalah rekayasa geo, yang dapat menyedot karbon dioksida dari atmosfer dan secara fisik menghalau sinar matahari.

Menjaga kelestarian alam seperti pepohonan, laut, sungai, dan banyak ekosistem lainnya dapat menyerap karbon.

Setidaknya, sebagai manusia kita harus beradaptasi dengan rumah yang jauh dari permukaan laut dan ventilasi yang lebih baik agar tidak panas. ***