Cerita KH Wijaya Kusuma dan Keberadaan Batu Kuta Pangapungan di Cimerak Pangandaran

Batu Kuta Pangapungan di Cimerak Pangandaran
DOK. Tabloid ruber 2019

BERITA PANGANDARAN, ruber.id – Dusun Kutakanyere di Desa Sindangsari, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat menyimpan kisah sakral yang penuh sejarah.

Salah satu peninggalan bersejarah yang terkenal di tempat ini, yaitu Batu Kuta Pangapungan di Cimerak, Pangandaran.

Cerita KH Wijaya Kusuma dan Keberadaan Batu Kuta Pangapungan

Batu ini, diyakini memiliki keterkaitan dengan penyebaran agama Islam oleh ulama besar, KH Wijaya Kusuma.

KH Wijaya Kusuma, seorang ulama ternama dari Cirebon, memilih Dusun Kutakanyere sebagai lokasi penyebaran dakwahnya.

Keputusan ini, didasari oleh amanah dari gurunya serta berbagai alasan spiritual.

Hingga kini, jejak keberadaannya tetap dikenang, terutama melalui Batu Kuta Pangapungan yang kerap menjadi tujuan ziarah dan ritual.

Baca juga:  Wisatawan Hilang di Pantai Pangandaran, Ditemukan Tewas

Menurut Dede Latopah, salah seorang penjaga tradisi di daerah tersebut, Batu Kuta Pangapungan dikenal luas. Terutama, di kalangan praktisi spiritual dan ahli hikmah, dengan sebutan “Sancang Dua”.

“Banyak tamu dari luar daerah yang datang ke tempat ini, terutama pada malam-malam tertentu,” ujar Dede kepada ruber.id pada tahun 2019, lalu.

Ia menambahkan, para tamu yang datang biasanya melakukan dzikir atau ritual sesuai keyakinan dan ilmu hikmah yang mereka anut.

Banyak di antara mereka meyakini, bahwa Batu Kuta Pangapungan dapat menjadi solusi bagi berbagai persoalan hidup.

Dede juga menceritakan sebuah kisah tentang seorang tamu dari luar daerah yang tengah menghadapi masalah utang.

Baca juga:  Pangandaran Dipersilahkan Lakukan Kegiatan Hingga 90%, Gubernur Jabar: Karena Disiplin dan Tegas

Setelah melakukan dzikir di tempat tersebut, masalah keuangan tamu tersebut terselesaikan dalam waktu singkat.

Daya Tarik Spiritual

Selain itu, Batu Kuta Pangapungan juga memiliki daya tarik spiritual bagi masyarakat setempat, khususnya mereka yang merantau.

Salah satu kisah yang diungkap Dede adalah tentang seorang warga Dusun Kutakanyere yang selamat dari pengeroyokan lima perampok saat berada di perantauan.

“Orang tersebut secara spontan menyebut nama KH Wijaya Kusuma sebanyak tiga kali sambil menghentakkan kakinya ke tanah. Tak lama, para perampok berlarian tanpa arah, dan korban pun selamat,” cerita Dede.

Kisah lain yang menambah aura mistis Batu Kuta Pangapungan adalah tentang keberadaan kuda sembrani.

Baca juga:  Perangkat Desa di Pangandaran Ditangkap Terkait Jual Beli Video Porno Anak

Berdasarkan keterangan para sesepuh, terdapat tujuh ekor kuda sembrani yang konon menghuni area ini. Namun, menurut Dede, yang sering menampakkan diri hanya lima ekor.

“Kemunculan kuda sembrani ini biasanya terjadi pada malam Selasa Kliwon, tetapi tidak selalu, hanya di waktu-waktu tertentu saja,” jelas Dede.

Batu Kuta Pangapungan bukan sekadar tempat bersejarah. Tetapi juga, menjadi simbol spiritual yang menyatukan kepercayaan, harapan, dan warisan budaya lokal.

Bagi masyarakat sekitar maupun para peziarah dari luar daerah, tempat ini terus menjadi sumber inspirasi sekaligus pengingat akan jejak dakwah dan perjuangan KH Wijaya Kusuma.***