Beda Mental! Perang Sarung Era Digital Berujung Tawuran, Dahulu Malah Seru dan Jadi Kenangan Asyik

Perang Sarung Era Digital Berujung Tawuran, Dahulu Malah Seru dan Jadi Kenangan Asyik
Raka Fatih, pemuda Sumedang mengenang masa-masa perang sarung di bulan Ramadan. dedi/ruber.id

KOPI PAGI, ruber.id – Belakangan ini, sempat mencuat peristiwa yang mengarah pada tindakan kriminal, yang bermula dari budaya klasik yang kental kaitannya dengan bulan puasa Ramadan. Yaitu perang sarung.

Ya, perang sarung yang berujung tawuran, terjadi di wilayah Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.

Tak tanggung-tanggung, pihak kepolisian Resor Sumedang pun, menyiagakan personel untuk melakukan patroli secara intensif di wilayah hukum tersebut.

Bagi sebagian orang, budaya perang sarung yang dilakukan oleh pemuda di bulan Ramadan, merupakan memori yang sangat menyenangkan.

Sebab, perang sarung sudah tentu dilakukan di jalan selepas melaksanakan salat tarawih, atau pagi sepulang dari salat subuh di masjid.

Tentu, dalam rangka bercanda ria, sambil menuju ke rumah masing-masing.

Baca juga:  Monitoring Taklim Aparatur, Wabup Erwan: Jangan Sampai Kegiatan Ini Hanya Formalitas

Namun kini, perang sarung malah menjadi judul yang penuh pengawasan dan perlunya bimbingan orang tua.

Sebab, perang sarung dilakukan dalam rangka permainan, yang sangat berpotensi berujung pada tawuran.

Salah seorang pemuda yang dulunya mengalami perang sarung, Raka Fatih, 33, menceritakan pengalaman perang sarung semasa kecil dulu.

“Dulu pulang tarawih, biasanya kan temen-temen suka ngajak maen. Nongkrong-nongkrong, maen kejar-kejaran dan lainnya. Nah, salah satunya itu perang sarung. Tapi yaudah sih, damai,” kata warga asal Pangeran Santri, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang ini kepada ruber.id, Minggu (10/4/2022) malam.

Bahkan, kata Raka, hal yang menurutnya paling ekstrem yang sempat menjadi mainan rutin di bulan Ramadan, yaitu melempar petasan jenis cecengekan ke tongkrongan lain. Hingga kedua kubu perang lempar petasan.

Baca juga:  Nasib Pejuang asal Pangandaran Ini Kini Terabaikan

“Malah sempet, lempar petasan ke tongkrongan yang lain sampe akhirnya bales-balesan. Perang petasan, tapi, lagi-lagi dulu tuh malah nambah temen ujungnya,” ucapnya mengenang sambil terbahak.

Sejarah Tradisi Perang Sarung

Sementara, berdasarkan data yang ruber.id himpun, sejak dahulu kala, ciri-ciri budaya permainan para remaja, merupakan permainan anak pada umumnya.

Potensi keributan, jelas ada. termasuk dalam permainan perang sarung.

Namun, pada masa sebelum era digital seperti saat ini, perang sarung merupakan salah satu keseruan di bulan Ramadan. Dari banyaknya permainan yang dinilai potensi bahayanya lebih dari sekadar perang sarung.

Namun, semua itu tidak jadi masalah besar, apalagi berujung tawuran. Bahkan sebaliknya, semua itu, bagi sebagian orang, merupakan hal yang layak untuk dikenang.

Baca juga:  14 September, Sejarah Hari Kunjungan Perpustakaan: Geliatkan Budaya Gemar Membaca

Penulis: dedi suhandi/Editor: R003