OLEH: Rianny Puspitasari, S.Pd., M.Pd.
AWAL bulan April ini Kabupaten Bandung kembali dilanda banjir. Kali ini ada tujuh kecamatan yang terendam air.
Yakni Kecamatan Baleendah, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Banjaran, Rancaekek, Cileunyi, dan Ciparay. Ketinggian air bervariasi, mulai dari 10-250 sentimeter.
Banjir di Kabupaten Bandung ini bukan pertama kali terjadi. Bahkan bisa dibilang merupakan langganan setiap musim hujan datang.
Padahal, satu bulan sebelumnya pun banjir datang hingga membuat lebih dari seribu jiwa mengungsi.
Banjir di Kabupaten Bandung terus berulang, belum ada penyelesaian serius dari pihak berwenang.
Entah hal ini karena sangat sulinya mencari solusi, ketidakmampuan, ataukah pengabaian.
Masalah banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung ini terjadi setiap tahun di musim penghujan, bahkan berulang selama belasan tahun.
Terjadinya banjir memang qadha Allah, namun penyebab banjir itu sendiri lebih banyak akibat ulah manusia sendiri.
Berulangnya bencana banjir di tempat yang sama selama belasan tahun, tentu tidak bisa dipandang sebagai sesuatu yang wajar.
Penguasa daerah setempat khususnya dan pemerintah pusat umumnya seolah menutup mata dan membiarkan hal ini sebagai siklus tahunan yang biasa terjadi.
Pemerintah tidak segera mencari solusi untuk mencegah banjir agar tidak terus terjadi.
Hal tersebut menunjukkan adanya pengabaian dari pihak berwenang dalam persoalan banjir ini.
Padahal, rakyat adalah pihak yang seharusnya diurus oleh mereka ketika mendapat amanah sebagai penguasa.
Berbeda dengan Khalifah (Pemimpin Kekhilafahan dalam Islam) yang tidak akan tinggal diam ketika ada masalah yang menimpa rakyatnya.
Khalifah akan bersegera menanggulangi bencana yang terjadi dan sekuat tenaga mencegah hal tersebut kembali terulang.
Khilafah akan menurunkan tenaga professional yang dimilikinya untuk segera menuntaskan masalah yang menimpa umatnya.
Sehingga jika terjadi bencana sekalipun, hal tersebut terjadi bukan akibat perbuatan manusia.
Kita ingat dengan kisah Sayyidina Ummar bin Khattab ketika beliau menjabat sebagai khalifah, beliau sangat takut apabila ada keledai yang terperosok di jalan yang berlubang.
Binatang saja dikhawatirkan oleh pemimpin yang amanah, apalagi manusia tentunya.
Inilah perbedaan penguasa yang menjadikan Islam sebagai landasan dalam mengatur umatnya dan menerapkan aturan Islam secara kaffah.
Pemimpin dalam Islam paham betul bahwa kepemimpinannya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah kelak.
Dalam dirinya ada rasa ketakutan ketika lalai atau abai dalam melaksanakan amanah, hal ini muncul dari ketaqwaannya kepada Sang Pencipta, Allah SWT.
Tentu kita sangat rindu pada pemimpin yang amanah dan memiliki keimanan yang sangat tinggi yang akan menerapkan Islam secara sempurna dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahu ‘alam bi ash showab. (*)
*) Penulis Rianny Puspitasari, S. Pd., M. Pd. ([email protected])