OPINION, ruber.id – Jawa Barat (Jabar) sebagai salah satu lumbung pangan nasional, kini menghadapi krisis hilangnya lahan pertanian yang terus berlanjut.
Di berbagai daerah di Jabar, alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata, perumahan elit. Bahkan, kawasan industri terus terjadi tanpa kontrol yang memadai.
OLEH: Ummu Fahhala (Praktisi Pendidikan dan Pegiat Literasi)
Kondisi ini, menunjukkan adanya masalah dalam tata wilayah dan kota dalam sistem kapitalisme.
Dalam sistem ini, tanah dan sumber daya alam bukan diposisikan sebagai kebutuhan strategis rakyat. Melainkan, komoditas yang bisa dialihfungsikan demi kepentingan investor atau pemilik modal.
Fungsi raa’in (kesejahteraan publik) tidak hadir dalam perencanaan pembangunan.
Pertanian dalam Pandangan Islam
Islam yang berlandaskan Alquran dan As-Sunnah menjadikan kepemimpinan sebagai amanah untuk mengurus rakyat yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Islam, memiliki aturan kehidupan yang sempurna termasuk urusan ekonomi dan pertanian.
Bahkan, menempatkan bidang pertanian sebagai salah satu pilar ekonomi.
Karena, berkaitan langsung dengan pemenuhan kebutuhan pokok dan kesejahteraan rakyat.
Islam memandang, lahan pertanian sebagai bagian dari kebutuhan vital umat. Negara dalam Islam, akan menjaga agar lahan-lahan produktif.
Tata wilayah dalam Islam disusun untuk menjamin keberlangsungan hidup rakyat.
Termasuk dalam hal ketersediaan pangan, kelestarian lingkungan, serta keseimbangan antara kebutuhan ruang tinggal dan pertanian.
Program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian akan dilakukan negara untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Intensifikasi dilakukan dengan menyebarluaskan benih unggul, pupuk berkualitas, teknologi paling unggul dan terbaru kepada para petani serta sarana produksi pertanian lainnya.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan membuka lahan-lahan baru serta mendorong rakyat untuk menghidupkan tanah yang mati. Dengan menghidupkan tanah mati, maka tanah akan produktif.
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Tirmidzi).
Pemerintah, menjadikan kebijakan swasembada pangan untuk kemandirian negara.
Apalagi di tengah tantangan global seperti krisis pangan, perubahan iklim, dan ketergantungan pada impor. Setiap kebijakan negara, dibuat untuk kemaslahatan rakyat.
Oleh karena itu, solusi atas persoalan hilangnya lahan pertanian tidak cukup hanya dengan inovasi pelayanan publik.
Namun, membutuhkan perubahan sistem tata kelola negara secara menyeluruh. ***