BERITA SUMEDANG, ruber.id – Sejak Pandemi Covid-19 melanda, kuda renggong Sumedang si Alex praktis nganggur.
Nasibnya kini, hanya menunggu penumpang di sudut Jalan Pangeran Suryaatmadja atau di depan Alun-alun Kabupaten Sumedang.
Saat menanti penumpang di Alun-alun Sumedang ini, si perawakan kuda renggong si Alex yang tinggi besar menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.
Kuda renggong si Alex merupakan kuda Medi Junaedi, 25, warga Desa Gajah Depa, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang.
Ya, sejak pandemi Covid-19 melanda, si Alex yang biasanya tampil pada acara-acara hajatan seperti khitanan, pernikahan, dan gelaran seremonial lainnya ini.
Kini, terpaksa harus jadi kuda tunggangan yang menghibur anak-anak di Alun-alun Sumedang.
“Sudah setahun lebih, biasanya mah hanya buat manggung saja. Tapi karena ada corona, jadi buat tunggangan anak-anak,” ucapnya belum lama ini.
Meski hanya jadi kuda tunggangan anak-anak, ada yang berbeda dari si Alex.
Perbedaan si Alex dengan kuda-kuda lainnya yang ada di sana adalah kuda hitam ini terlihat lebih besar, lebih tinggi, dan berkaki ramping.
“Si Alex ini jenis kuda KP. Makanya beda. Kalau di sini kebanyakan kuda sumba, makanya lebih kecil dari si Alex,” sebutnya.
Si Alex adalah Jenis Kuda KP
Sekadar informasi, kuda jenis KP adalah kuda pacu atau jenis kuda berdarah panas atau hot blood.
Kuda ini, hasil persilangan antara kuda thoroughbred (TB) betina dengan kuda generasi satu (G1).
Kuda thoroughbred merupakan kuda hasil persilangan dari berbagai bangsa kuda termasuk kuda arab.
Sementara, kuda G1 adalah kuda hasil persilangan antara TB yang kawin dengan betina kuda sumba.
Cara Merawat si Alex Tak Sebanding dengan Penghasilan di Masa Pandemi
Medi menjelaskan, untuk perawatan kuda jenis KP, gampang-gampang susah.
Tapi, kata Medi, dalam prakteknya memang cukup susah.
Apalagi, sambung Medi, jika sudah terserang penyakit kolik atau sakit perut.
“Kalau sudah sakit perut terpaksa harus suntik. Harganya sekali suntik Rp500.000,” jelasnya.
Medi menuturkan, untuk menjaga stamina si Alex tetap ok, ia harus menyiapkan biaya pakan yang cukup baginya, setiap harinya.
Di antaranya, kata Medi,rumput liar satu karung seharga Rp25.000.
Selain itu, ada tambahannya yakni dengan campuran dedek dan dage Rp13.000.
“Untuk protein, tambah ke dalam campuran berupa pakan vital dan bran gandum.”
“Tapi, ini belinya karungan yang harganya masing-masing Rp400.000 dan Rp350.000 per karung,” sebutnya.
Medi mengatakan, sejak si alex menjadi kuda tunggangan hiburan anak, pendapatannya turun drastis.
Dari sebelumnya untuk sekali tampil dalam acara kuda renggong dapat bayaran Rp500.000.
Kini, dari hasil tunggangan di Alun-alun, setiap hari rata-rata hanya dapat Rp50.000, belum potong untuk biaya pakan.
“Kalau sebelum pandemi, manggung tiap bulan bisa sampai tujuh kali. Jadi 7xRp500.000, lumayan kan.”
“Tapi kalau sekarang, paling hanya dapat dua kali manggung saja sudah lumayan,” keluhnya.
Tapi, kata Medi, ia cukup terbantu pada hari-hari libur. Seperti hari Minggu.
Dalam sehari saat libur itu, ia bisa mendapatkan uang dengan kisaran dari Rp200.000-Rp300.000.
“Lumayannya itu pas hari Minggu. Jadi, bisa nutup biaya pakan, kalau tidak wah bisa tekor,” jelasnya.
Medi mengatakan, si Alex biasa nongkrong di sudut jalan, di sekitar Alun-alun Sumedang mulai pukul 07.00 hingga pukul 18.00 WIB.
“Khusus hari Jumat agak siangan. Biasanya turun lapangan mulai pukul 10.00,” ucapnya.
Tentang Kuda Renggong
Sekadar informasi, kuda renggong merupakan seni pertunjukkan asli Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Indonesia.
Renggong sendiri merupakan metatesis dari kata ronggeng.
Artinya, kamonesan atau keterampilan cara berjalan kuda yang terlatih untuk menari dan mengikuti irama musik dominasi kendang.
Seni kuda renggong sering menjadi hiburan arak-arakan saat anak khitanan.
Selain itu, kuda renggong juga kerap mentas untuk menerima tamu kehormatan, perayaan hari besar, dan helaran atau festival-festival.
Penulis/Editor: R003