Ekspor Lobster dari Pangandaran ke Jepang Tinggal Kenangan

BERITA PANGANDARAN, ruber.id – Ekspor lobster dari hasil tangkapan di laut Pangandaran ke Jepang tinggal kenangan. Karena laut Pangandaran tidak lagi memiliki sumber daya alam lobster.

Susi mengaku, sejak tahun 1983 hingga tahun 2000 dirinya menjadi pedagang bakul ikan dan bisa ekspor lobster ke luar negara.

Pasar yang menerima ekspor lobster dari Indonesia itu adalah negara Jepang. Sekitar 80% lobster yang dikirim dari laut Pangandaran.

“Sekitar tahun 2000 kami merasakan lobster mulai langka. Setelah saya jadi Menteri KKP tahun 2014 baru tahu kalau ada yang menjalankan bisnis baby lobster,” kata Susi.

Dulu kata Susi, nelayan bisa mendapat lobster membawa menggunakan sepeda motor dengan keuntungan Rp7 juta hingga Rp10 juta.

“Satu orang bakul ikan, dulu bisa mendapat lobster 3 kwintal. Jika dijadikan uang menjadi Rp30 juta hingga Rp40 juta,” sebutnya.

Nelayan Pangandaran, kata Susi, kalau hanya untuk cari makan cukup dengan mendapat ikan. Dan kalau mau kaya, dari lobster. Uangnya dibeli rumah, sawah dan kebun.

Baca juga:  Rival Jihad Putar Haluan Dukung Juara di Pilkada Pangandaran 2020

“Kondisi normal seperti dulu mendapatkan uang dari ikan dan lobster saya rasa sulit saat ini. Karena orang dengan mudah merusak dan menjarah laut dengan begitu mudah dan seenaknya,” jelas Susi.

Susi menegaskan, lobster yang bisa dikonsumsi dan tembus ke pasar ekspor hanya dari 12 negara, Indonesia masuk pada ke 12 negara itu.

Diakuinya, melawan penangkapan dan bisnis baby lobster ibarat melawan sebuah tembok besar.

Banyak Oknum dalam Praktik Bisnis Baby Lobster

“Banyak keterlibatan oknum dalam praktik bisnis baby lobster yang menjanjikan banyak uang tersebut,” terang Susi.

Oknum tersebut ada yang dari petugas bandara, oknum dari KKP hingga oknum dari aparat Polisi.

“Karena keuntungan dalam menyelundupkan baby lobster ke Vietnam itu bisa mencapai ratusan juta dolar,” sambung Susi.

Baca juga:  Pangandaran Terima 4 Jenis Pasokan Vaksin Covid-19

Untuk satu rangsel berisi baby lobster, kata Susi, bisa menghasilkan uang Rp1 miliar hingga Rp2 miliar.

“Waktu saya jadi Menteri, terungkap salah seorang eselon III di KKP memiliki uang Rp195 miliar hasil bisnis baby lobster,” tutur Susi.

Padahal, kata Susi, yang paling mudah untuk menggerakkan ekonomi rakyat adalah laut dengan hasil perikanannya.

Lalu, kata Susi, potensi kekayaan alam yang sangat menjanjikan itu dengan seenaknya dirusak. Dikeruk sumber daya alamnya.

Semasa jadi Menteri, Susi mengeluarkan regulasi tegas larangan penangkapan baby lobster. Hal itu menjadi kontroversi dari beberapa pihak.

“Resiko yang paling saya rasakan adalah dibenci orang atas regulasi larangan penangkapan baby lobster itu. Tapi saya tetap teguh pada pendirian agar laut Indonesia tetap terjaga,” terang Susi.

Sementara, Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata termasuk satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang tidak mengeluarkan surat asal benih.

Baca juga:  Ini Penyebab Gas LPG 3 Kg di Pangandaran Langka

“Benih lobster itu ada surat asal dari mana benih lobster itu berasal. Saya bupati yang tidak mau mengeluarkan surat itu,” kata Jeje.

Jeje mengaku banyak mendapat godaan dan rayuan dari pelaku usaha kelas besar yang menjalankan bisnis baby lobster.

“Saya ini anak nelayan. Saya tahu kalau masuk pada rangkaian bisnis baby lobster potensi lobster di laut Pangandaran akan punah,” tambahnya.

Jeje berharap pemusnahan alat tangkap baby lobster yang dilakukan di Pangandaran sebagai simbol perlawanan melawan terhadap bisnis baby lobster.

“Mari jaga alam kita agar tetap lestari. Dan kekayaan yang terdapat di laut, jangan sampai dijarah. Karena bisa mempunahkan potensi yang ada,” ucapnya. (R001/smf)

BACA JUGA: Susi Sebut Hanya Megawati yang Dukung Larangan Penangkapan Benih Lobster