Limbah Kain Jadi Celana Dalam, Pasarnya Tembus Luar Negeri

BERITA TASIKMALAYA, ruber.id – Tumpukan kain gombal ditata dan ditumpuk oleh perajin celana dalam di halaman rumah salah satu warga. Tepatnya di Kampung Babakan Kalangsari, Kelurahan Sukamanah, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kain gombal adalah istilah yang diberikan oleh warga Kampung Babakan Kalangsari untuk kain limbah pabrik garmen.

Ratusan masyarakat lainnya memanfaatkan kain tersebut untuk diproduksi menjadi industri celana dalam rumahan.

Belasan perusahaan garmen dari berbagai kota seperti Sukabumi, Bandung, Tangerang, Solo dan Pasuruan,
limbahnya ditampung oleh beberapa pengepul kain gombal yang ada di Kampung Babakan Kalangsari.

Pengusaha pengepul kain gombal, Isman, 50, mengungkapkan, usahanya dirintis sejak tahun 2000 dan menjadi generasi ketiga warisan dari keluarganya.

Baca juga:  Pondok Pesantren Asyrofuddin, Pertama dan Tertua di Sumedang

“Produksi industri celana dalam rumahan ini sudah berjalan puluhan tahun. Dan menjadi usaha turun temurun keluarga warga Babakan Kalangsari,” ungkapnya kepada ruber.id, Rabu (24/3/2021).

Isman mengaku, dirinya bisa menjual kain gombal ratusan kilogram/hari kepada para perajin di lingkungannya. Dengan harga Rp8.500/kilogram dan bisa menjadi celana dalam sebanyak 20 buah.

Terpisah, perajin celana dalam rumahan asal Tasikmalaya lainnya, Roni, 36, menuturkan, usahanya itu bisa menghidupi keluarga dan menyerap tenaga kerja yang ada di lingkungannya.

“Alhamdulilah saya bisa bersama-sama dengan 15 orang tetangga. Kami berbagi rezeki walaupun sedikit yang penting berkah,” tuturnya.

Di sela aktivitasnya, Roni menjelaskan omset produksi celana dalamnya mencapai 80 kodi/hari. Produksinya disebar di dua RW.

Baca juga:  Ridwan Kamil: Pusat Budaya Pagerageung Tasikmalaya, Tempat Lahirnya Karya Membanggakan

Adapun celana yang diproduksinya beragam, mulai dari celana dalam anak sampai dewasa. Untuk harga celana anak polos Rp30.000/kodi, celana anak motif Rp32.000/kodi dan celana dalam dewasa Rp40.000/kodi.

Hasil produksinya, kata Roni, dijual ke bandar yang ada di lingkungannya. Kemudian dipasarkan ke Bogor, Solo, Bekasi, Jombang, Wonosobo, Garut. Bahkan sampai diekpor ke Nigeria dan Malaysia. (indra)

BACA JUGA: Tiga Forum Bersinergi, Renovasi Mushola di Sukahening Tasikmalaya