JAKARTA, ruber.id – Pandemi COVID-19 berdampak buruk terhadap seluruh sektor penting di Indonesia, termasuk pangan yang menjadi kebutuhan pokok warga.
Kementerian Pertanian juga terus berupaya melakukan penanganan. Ada tiga strategi yang disiapkan Kementan, terutama saat menghadapi new normal.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menerangkan strategi pertama melalui agenda SOS.
Strategi ini merupakan emergency yang ditemukan saat harga ayam jatuh, beberapa waktu yang lalu.
“Bagi peternak, ayamnya akan dibeli oleh mitra. Kemudian difasilitasi penyimpanan berpendingin oleh pemerintah.”
“Di sini, kami telah berkoordinasi dengan mitra,” jelasnya melalui rilis yang diterima ruber.id.
Pada bidang pertanian, kata dia, peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) akan masif dilakukan.
Caranya, kata dia, yaitu engan menaikkan harga jual gabah. Sehingga, target penambahan NTP menjadi 103 poin.
Hal ini lebih tinggi dari waktu sebelumnya, yaitu sebesar 102.09 poin.
Syahrul menjelaskan, penurunan ini bukan disebabkan oleh hasil produksi petani tidak akurat.
Namun, kata dia, karena dampak COVID-19 yang menyebabkan pelambanan transportasi, distribusi.
Dan pembatasan berbagai akselerasi kemasyarakatan dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Hal ini dikarenakan adanya berbagai pembatasan dalam menghadapi pandemi corona sehingga membuat NTP mengalami penurunan.
“Di sini, harus ada solusi penyikapan yakni membangun stok penyangga atau buffer stock untuk 11 komoditas pangan.”
“Kemudian pengembangan pasar dan toko tani, jaring pengaman sosial bagi petani, dan menjaga stabilitas harga,” ucapnya.
Strategi kedua, kata dia, yakni agenda jangka menengah (Temporary).
Yaitu memaksimalkan ekspor dengan mengintervensi industri agtikultur, agar tidak memecat karyawannya.
Selain itu, relaksasi terhadap padat karya melalui pemberian bibit atau benih. Sehingga, produksi komoditi tetap berjalan.
Wilayah yang kekeringan dan minus akan di-support melalui bantuan sarana produksi.
“Secara medical solution masalaah COVID-19 ini dapat diselesaikan dengan cepat.”
“Namun, untuk food sekuriti membutuhkan antisipasi paling cepat 2 tahun. Jadi pertanian adalah solusinya,” jelasnya.
Kemudian, kata Syahrul, agenda jangka panjang (Permanen).
Yaitu melalui meningkatkan produksi pertanian, ekspor tiga kali lipat, penurunan gagal panen sebesar 5%, mendorong pertumbuhan petani milenial 2.5 juta orang.
Syahrul menerangkan, ekstensifikasi pangan di lahan rawa dan gambut juga terus dikebut.
Ini dilakukan sambil mengoptimalkan lahan yang sudah ada atau sekitar 600 Ha (Hektare) untuk 1.5 juta ton beras.
“Infrastruktur juga telah disiapkan untuk mendukung strategi ini,” ungkapnya.
Sementara itu, kata Syahrul, jika ke depan masih ada kendala, Kementerian Pertanian juga telah menyiapkan cara bertindak (CB).
Di antaranya, melakukan identifikasi kembali lahan rawa.
“Kami masuk ke Kalteng, ada 200 Ha lahan masih terbuka. Dan ini menjadi tantangan dan butuh intervensi.”
“Oleh sebab itu, diperlukan transmigran petani yang siap bertani dalam berbagai kondisi,” sebutnya.
Selanjutnya, kata dia, intervensi bahan pangan lokal. Yakni 1 provinsi, 1 panganan. Seperti jagung, ubi kayu, dan sorgum.
Untuk itu, kata dia, Kementan saat ini tengah menggelorakan program pekarangan pangan lestari.
Dan saat ini, kata dia, sudah ada 3836 kelompok yang sedang dikonsentrasikan.
“Saya juga sedang mencari penambahan keuangan dengan berkoordinasi bersama Menkeu dan mitra lainnya.”
“Selanjutnya cadangan beras dengan Lumbung Pangan Masyarakat (LPM). Kami berharap provinsi, kabupaten, kota, kecamatan memiliki LPM.”
“Dan sampai saat ini sudah ada 320 LPM yang siap menjadi sandaran saat kekeringan,” ujarnya. (R007/Moris)
BACA JUGA: Kementan Lepas Ekspor Kelapa ke Australia di Pangandaran