Seni Terebang dari Sumedang: Jadi Syiar Islam Sejak 1930-an, Kini di Ambang Kepunahan

Syiarkan Islam melalui Salawat Nabi

DARMARAJA, ruber.id – Seni Terebang merupakan satu dari sekian banyak kesenian asli Sumedang, Jawa Barat.

Seni musik yang lahir sekitar tahun 1930-an ini tetap lestari dan telah bertahan secara turun temurun hingga saat ini.

Pada zamannya, kesenain yang lahir di Dusun Citembong Girang, Desa Cikeusi, Kecamatan Darmaraja ini dipentaskan sebagai sarana syiar Islam.

Di mana syair-syair lagu yang dibawakan dalam kesenian terebang ini merupakan salawat-salawat nabi, dan berasal dari arab gundul yang digubah menjadi syair lagu.

Kesenian terebang merupakan perpaduan alat musik kendang, tiga buah gembyung (Serupa dog-dog), kecrek, terompet, dan lima orang sebagai pemain atau pelantun tembang.

Baca juga:  Korban Tewas Bus Maut di Tanjakan Cae Sumedang Tambah Satu, Total Jadi 30 Orang

Dalam pementasannya, kelima pemain tersebut saling bersahutan menyanyikan tembang-tembang gubahan salawat-salawat nabi.

Pengurus Seni Terebang di RT 02/05, Dusun Citembong Girang, Desa Cikeusi Sukarya menuturkan, pada awal kemunculannya, kesenian terebang ini merupakan gubahan dari salawatan.

“Pokoknya bernapaskan Islam. Dan dipentaskan dari daerah ke daerah untuk memikat hati siapa saja sehingga memeluk ajaran islam,” tuturnya tahun 2012, lalu.

Namun, kata dia, seiring dengan perkembangan zaman, tembang-tembang tersebut jarang sekali diperdengarkan.

Yang ada saat ini, kata dia, malah berisikan lagu-lagu berbau ritual.

“Masyarakat sekarang sangat sedikit sekali yang peduli dan mau melestarikan kesenian terebang ini.”

“Bagi saya, kesenian ini merupakan wujud cinta terhadap keluarga, karena merupakan warisan turun temurun yang tak ternilai harganya.”

Baca juga:  Nama Kecil Pangeran Kornel Sumedang Ternyata Asep Djamu

“Bersama pengurus lainnya, kesenian terebang ini akan tetap kami jaga kelestariannya,” jelasnya.

Minim Regenerasi
Sukarya mengakui, kesenian terebang saat ini minim diapresiasi generasi masa kini.

Saat ini, kata dia, penggiatnya didominasi oleh kalangan tua di atas umur 50 tahunan.

“Meski minim apresiasi masyarakat, dan kurang perhatian dari pemerintah, seni terebang masih sering dipentaskan, walau hanya di daerah asalnya saja,” sebutnya.

Kesenian buhun yang satu ini, kata dia, biasanya dipentaskan pada acara seperti ruat jagat, pernikahan, sunatan hingga sebagai pembuka di pentas hiburan.

“Para pemuda sekarang sepertinya lebih senang mendendangkan musik-musik modern.”

“Mereka seakan tidak tahu bahwa di daerah asal mereka juga mempunyai kesenian yang luar biasa indah bila diperdengarkan.”

Baca juga:  Sudah 2 Tahun Jalan Tanjungkerta Rusak Parah, Kapan Diperbaiki?

“Bila dikaji lebih dalam, kesenian terebang ini bisa memberikan pemahaman mendalam tentang Islam maupun sejarah Kasumedangan,” tuturnya. (R003)

Baca berita lainnya: Goong Renteng dari Sumedang, Seni Sunda Buhun Peninggalan Prabu Geusan Ulun