Tari Umbul: Sejarah Awal hingga Cerita Mistis di Balik Pementasannya di Waduk Jatigede
SUMEDANG, ruber.id — Tari Umbul Kolosal dengan lenggak-lenggok 5.555 penarinya di Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat sukses digelar di pengunjung tahun 2019 lalu.
Event akhir tahun yang diprakarsai Pemkab Sumedang ini sejatinya merupakan ikhtiar pemerintah daerah untuk mendongkrak potensi pariwisata Sumedang melalui sajian pagelaran seni budaya.
Banyak pujian, tak sedikit pula kritik bahwa penyelenggaraan tari umbul kolosal ini kurang persiapan.
Tak sedikit pula, warga yang mengaitkannya dengan cerita mistis di balik pementasan tari dengan lokasi Waduk Jatigede, tempat digelarnya event ini, beberapa waktu lalu.
Hal ini, khususnya karena saat pelaksanaannya, puluhan penari yang datang dari 270 desa se Kabupaten Sumedang ini jatuh pingsan. Bahkan, hingga ada sejumlah penari yang kesurupan.
BACA JUGA: Tari Umbul Kolosal di Waduk Jatigede Sumedang Makan 4 Korban Jiwa, Ini Cerita Sebenarnya
Terlepas dari hal itu, tari umbul merupakan seni tradisi warisan leluhur yang wajib dilestarikan keberadaannya.
Budayawan Sumedang Tatang Sobana menyebutkan, tari umbul mulai ada sekitar tahun 1940-an di Dusun Parugpug, Desa Cijambe, Kecamatan Paseh.
Tari umbul, kata Apih Tatang (Sapaan akrab Tatang Sobana), dibawa oleh seorang seniman bernama Kalsip dari wilayah Kabupaten Indramayu.
Tari umbul, kemudian dikembangkan oleh seorang penari asal Paseh bernama Ma Jaer atau Bu Misrem.
Tari umbul lahir sebagai bentuk ketidaksenangan warga terhadap penjajah Belanda.
“Sehingga, ekspresi ini disalurkan dalam bentuk tarian. Awalnya, disajikan pada pertunjukkan Longser, sehingga ada unsur lagu, gerak tari, dan lawak,” kata Apih Tatang melalui rilis yang diterima ruber.id.
Apih Tatang menjelaskan, ciri khas tari umbul ada pada gerakkan pinggul yang berbau erotis.
Sehingga, kata Apih Tatang, pada awal kemunculannya, tari umbul sempat ditentang.
Namun, lanjut Apih, setelah mengurangi nilai-nilai erotiknya, tari umbul kembali muncul dan berkembang luas. Khususnya, di wilayah Kecamatan Situraja dan Kecamatan Paseh.
Selain pakaian penarinya yang khas, alat musik pengiringnya juga terbilang khusus. Yaitu berupa tarompet, kendang, dogdog, ketuk, goong, dan kecrek.
“Selain itu, dipadukan pula dengan alunan vokal seorang juru sinden,” ucap Apih Tatang, yang juga panitia pelaksana Tari Umbul Kolosal ini.
Dalam perkembangannya, kata Apih Tatang, pagelaran tari umbul Sumedang juga pernah mencatatkan Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai peserta terbanyak dalam Kontes Seni Tari Umbul di Alun-alun Sumedang pada 20 Mei 2012.
Kala itu, kontes tari umbul melibatkan 2.342 orang. Rekor ini kemudian disusul dengan 5.000 penari sehingga tercatat pada Original Rekor Indonesia (ORI), pada 31 Agustus 2016.
Apih Tatang menambahkan, demi mengulang kesuksesan yang sama, di pengujung tahun 2019, digelarlah Tari Umbul Kolosal dengan tema Dari Masyarakat Sumedang untuk Dunia, yang berlokasi di Satker Waduk Jatigede.
Selain dihadiri bupati dan wakil bupati Sumedang, juga hadir unsur Forkopimda Sumedang.
Hadir pula, perwakilan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, perwakilan gubernur dan Forkopimda Jawa Barat, DPR RI, DPRD Provinsi Jabar Dapil IX, tokoh masyarakat.
Kemudian, para rektor peguruan tinggi dari Bandung dan Sumedang, unsur BUMD dan BUMN, dan sejumlah tamu undangan lainnya. luvi