EKBIS  

Bitcoin Baru Saja Putus dengan Nasdaq, Apa Dampaknya bagi Trader?

Bitcoin Baru Saja Putus dengan Nasdaq

EKBIS, ruber.id – Bitcoin tiba-tiba terlepas dari korelasinya dengan Nasdaq pekan lalu, turun 2,09% saat aset berisiko lain justru mencatatkan kenaikkan.

Fenomena ini, mengejutkan banyak analis yang sebelumnya melihat hubungan kuat antara pasar crypto dan indeks saham teknologi AS.

Data on-chain mengungkap bahwa reli Bitcoin sebelum crash kemungkinan besar digerakkan oleh leverage spekulatif, bukan pembelian spot yang murni.

Kini, pelaku pasar mulai menilai ulang posisi mereka menjelang pekan penuh data ekonomi dan pembicaraan tarif AS-Cina.

Kondisi ini, tentunya mempengaruhi juga beberapa aset crypto lainnya seperti XRP USDT perp yang saat ini tengah berusaha keluar dari tekanan pasar. Apalagi jika melakukan trading futures yang memiliki resiko yang lebih besar.

Meski demikian, trading leverage crypto Indonesia bisa meningkatkan potensi keuntungan berkali lipat, tetapi juga bisa terlikuidasi.

Sebelum melakukan trading futures, tentunya kamu harus menggunakan platform yang memiliki fitur tersebut.

Terdapat beberapa platform yang telah mendukung trading futures crypto di Indonesia yang menyediakan fitur leverage dan fitur charting yang lengkap serta cocok untuk trader profesional salah satunya Pintu Futures dan beberapa platform crypto lain.

Pintu Futures adalah fitur trading derivatif di aplikasi Pintu yang memungkinkan pengguna untuk memperdagangkan kontrak berjangka aset crypto dengan leverage hingga 25x.

Dengan antarmuka yang simpel, dukungan leverage tinggi, stop order, limit order, serta biaya trading kompetitif, Pintu Futures cocok untuk trader pemula maupun profesional.

Bitcoin Tertinggal dari Aset Lain

Pekan lalu menjadi periode yang unik bagi pasar global. Ketika sebagian besar aset tradisional menunjukkan penguatan, Bitcoin justru tertinggal. Emas sebagai aset safe-haven naik 4,85%, sementara Nasdaq mencatat kenaikan 1,34%.

Sebaliknya, harga Bitcoin turun 2,09% dalam tujuh hari terakhir. Performa berbeda ini menandakan bahwa Bitcoin mulai kehilangan posisi khasnya sebagai aset yang bergerak seiring pasar saham berisiko tinggi.

Baca juga:  Indosat Ooredoo Siap Penuhi Kebutuhan Komunikasi Masyarakat Saat Ramadan dan Lebaran 2019

Bagi sebagian investor, hal ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana strategi terbaik untuk menghadapi volatilitas baru ini, terutama di pasar derivatif.

Awal Retaknya Korelasi BTC-Nasdaq

Sepanjang tahun 2025, Bitcoin dan Nasdaq mempertahankan korelasi tinggi, sering kali naik dan turun bersama. Hubungan itu bahkan masih kuat di awal Oktober.

Namun, perubahan mulai terlihat setelah pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang memberi sinyal kemungkinan pemangkasan suku bunga dalam rapat FOMC Oktober serta potensi berakhirnya kebijakan Quantitative Tightening (QT).

Kabar tersebut, sempat mendorong Bitcoin dan Nasdaq naik bersama hingga pertengahan pekan.

Namun, korelasi mulai pecah pada 15 Oktober pukul 09:00 UTC, ketika Nasdaq menutup pekan dengan kenaikan 0,44% sementara Bitcoin anjlok 3,71%.

Fenomena ini, menjadi sinyal awal bahwa sentimen investor crypto tidak lagi sepenuhnya bergantung pada dinamika pasar saham.

Leverage Washout Jadi Penyebab Utama

Menurut sejumlah analis on-chain, penyebab utama terjadinya “putus hubungan” ini adalah efek domino dari crash 10 Oktober, yang memicu lebih dari US$19 miliar likuidasi di seluruh pasar crypto.

Gelombang likuidasi itu menghapus posisi leverage besar, khususnya di pasar derivatif.

Analis dari CryptoQuant, TeddyVision, mengamati dua tren penting dari 1 Agustus hingga pertengahan Oktober.

Arus masuk USDC ke spot exchange yang biasanya menunjukkan pembelian aset nyata justru menurun.

Sebaliknya, arus masuk USDT ke derivatives exchange meningkat signifikan.

Ini menunjukkan bahwa likuiditas di pasar futures bertambah, tetapi pembelian spot organik melemah.

Kondisi ini, membuat reli Bitcoin sebelumnya lebih mirip reli buatan yang digerakkan oleh leverage spekulatif ketimbang oleh permintaan nyata.

Karena itu, begitu tekanan likuidasi muncul, harga Bitcoin langsung jatuh tajam sementara Nasdaq tetap stabil.

Baca juga:  Dibuat di Daerah Terpencil Sumedang, Elida Hot Bandrek Dinikmati Warga Dunia

Permintaan Sintetis dan Dampaknya terhadap Trader

Naiknya aktivitas di pasar derivatif menunjukkan bahwa sebagian besar kenaikan Bitcoin beberapa pekan terakhir didorong oleh permintaan sintetis.

Artinya, pergerakan harga tidak sepenuhnya mencerminkan aktivitas beli-jual riil di pasar spot.

Kondisi ini membuat pasar lebih rentan terhadap gejolak mendadak, karena ketika posisi leverage besar terlikuidasi, dampaknya bisa berantai.

Bagi trader, pemahaman ini penting untuk menentukan strategi yang lebih hati-hati.

Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah mempelajari manajemen risiko yang disiplin.

Seperti menggunakan stop-loss, memilih rasio margin wajar, dan menghindari posisi berlebihan ketika volatilitas meningkat.

Harapan Baru dari Negosiasi AS-Cina

Meskipun Bitcoin sempat anjlok ke US$100.000 pada pertengahan bulan, aset digital ini mulai pulih ke US$108.000 pada Minggu.

Pemulihan tersebut dipicu oleh membaiknya sentimen global setelah Presiden Donald Trump menyatakan bahwa tarif 100% terhadap Cina tidak berkelanjutan.

Menteri Keuangan AS Scott Besent dijadwalkan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Cina He Lifeng pekan ini di Malaysia untuk membahas potensi pelonggaran tarif.

Pertemuan itu diharapkan membuka jalan bagi KTT AS–Cina yang akan digelar pada 31 Oktober di Gyeongju, Korea Selatan.

Altcoin Menunjukkan Daya Tahan Lebih Baik

Menariknya, meski Bitcoin melemah dua pekan beruntun, beberapa altcoin justru menunjukkan ketahanan yang kuat.

Dalam periode yang sama, Ethereum (ETH) naik 5,96% dan Solana (SOL) menguat 7,12%.

Lonjakan altcoin ini menandakan adanya rotasi modal investor dari Bitcoin ke aset dengan kapitalisasi pasar lebih kecil namun potensi pertumbuhan lebih tinggi. Tren ini, mengingatkan bahwa siklus pasar crypto tidak selalu linear.

Saat Bitcoin melemah akibat tekanan leverage, altcoin yang memiliki ekosistem aktif bisa mencuri perhatian investor dan memberikan peluang trading jangka pendek yang lebih menarik.

Baca juga:  Bangun Sinergitas, bank bjb Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Data Makro Jadi Penentu Arah Pasar Pekan Ini

Pekan ini, pelaku pasar menantikan sejumlah rilis ekonomi penting dari AS, termasuk CPI yang sempat tertunda akibat shutdown pemerintah.

Selain itu, data Manufacturing PMI, Service PMI, dan University of Michigan Inflation Expectations juga akan diumumkan bersamaan pada Jumat.

Jika inflasi menunjukkan tanda melandai, peluang pemangkasan suku bunga The Fed bisa meningkat sesuatu yang biasanya positif untuk aset berisiko seperti crypto.

Namun, jika inflasi tetap tinggi, tekanan jual bisa kembali menghantui Bitcoin.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa decoupling antara Bitcoin dan Nasdaq menjadi tanda bahwa pasar crypto memasuki fase yang lebih mandiri.

Meskipun jangka pendeknya masih penuh tekanan akibat efek leverage, peluang jangka menengah tetap terbuka jika kebijakan moneter global mulai longgar dan ketegangan geopolitik mereda.

Trader disarankan untuk memperhatikan faktor makro dan arus modal on-chain sebelum mengambil posisi besar.

Dengan strategi futures trading crypto aman dan pemahaman mendalam tentang cara trading futures, investor bisa memanfaatkan volatilitas tanpa terjebak pada risiko spekulatif yang berlebihan.

Untuk saat ini, pasar sedang menunggu satu hal: apakah Bitcoin akan kembali menyatu dengan Nasdaq atau justru menemukan ritmenya sendiri sebagai kelas aset yang benar-benar independen.

Perlu diingat, semua aktivitas jual beli crypto memiliki resiko dan volatilitas yang tinggi karena sifat crypto dengan harga yang fluktuatif.

Maka dari itu, selalu lakukan riset mandiri (DYOR) dan gunakan dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat (uang dingin) sebelum berinvestasi.

Segala aktivitas jual beli bitcoin dan investasi aset crypto lainnya menjadi tanggung jawab para trader dan investor. ***