Ada Dusta yang Diperbolehkan

Ada Dusta yang Diperbolehkan
Foto ilustrasi from Pexels

OPINION, ruber.id – Ada dusta yang diperbolehkan. Pada dasarnya, haramnya dusta itu bukan karena dusta itu sendiri. Melainkan, karena dusta tersebut membahayakan orang yang diajak bicara atau lainnya.

Minimal, dusta menyebabkan orang lain tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya.

Karena orang yang berdusta, memberitahu sesuatu yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.

Akan tetapi, terkadang dusta itu bermanfaat dan mempunyai kemaslahatan.

Sehingga dusta tersebut diperbolehkan bahkan kadang-kadang menjadi wajib.

Dusta yang Diperbolehkan

Diriwayatkan bahwa, Maimun bin Marham berkata: “Pada suatu keadaan dusta itu, lebih baik dari pada berkata benar. Bagaimana pendapatmu jika ada seorang yang bermaksud membunuh orang lain.”

“Kemudian bertanya kepadamu: “Apakah engkau tahu si Fulan….?”. Apa yang kamu katakan?.

Baca juga:  Fenomena Stigma Negatif Orang Tua Terhadap Game

Bukankah kamu lebih baik menjawab: “Aku tidak mengetahuinya!”

Engkau memang berdusta, tetapi dusta dalam keadaan seperti ini diperbolehkan. Bahkan, diwajibkan.

Bila seseorang berkata jujur dapat mengakibatkan pertumpahan darah bagi orang Muslim, maka baginya berdusta menjadi wajib adanya.

Jika dalam peperangan, mendamaikan orang yang bertikai atau menarik orang yang zalim tidak akan berhasil kecuali dengan dusta. Maka, dusta itu diperbolehkan, hanya saja sebaiknya sedapat mungkin menjaga diri dari kedustaan.

Sebab, apabila seseorang membuka pintu dusta, dikhawatirkan akan terdorong untuk berdusta dalam perkara yang tidak perlu.

Dikhawatirkan juga, akan terbiasa berdusta meskipun tidak terpaksa.

Sehingga, kita akan terjerumus dalam dusta yang diharamkan.

Baca juga:  Keutamaan Bulan Rajab dan Amalan yang Dianjurkan

Dasar Kebolehan Dusta

Adapun dasar diperbolehkannya berdusta, sebagaimana keterangan yang diriwayatkan oleh Umi Kaltsum:

“Aku tidak mendengar Rasulullah SAW memperbolehkan dusta, kecuali dalam tiga hal.

Yaitu, seseorang yang berdusta dengan maksud untuk mendamaikan.

Lalu, seseorang yang berdusta dalam peperangan.

Kemudian ketiga, seseorang yang berdusta kepada istrinya, atau istri yang berdusta kepada suaminya.

Ummi Kaltsum berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak dikatakan pendusta, orang yang mendamaikan dua orang yang bertikai.”

“Lalu, ia mengatakan yang baik atau menambahkan yang baik.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Atha bin Yasar ra berkata: “Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah: “Apakah boleh aku berdusta kepada istriku?”

Beliau menjawab: “Tidak ada kebaikan dalam dusta”.

Baca juga:  Memahami Keberagaman dan Toleransi dalam Pandangan Islam

Orang itu berkata: “Aku berjanji kepada istriku dan mengatakan kepadanya begini…dan begini…”.

Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada dosa bagimu!”

Tsauban RA berkata: “Semua dusta itu merupakan perbuatan dosa, kecuali dusta yang membawa kemaslahatan. Bagi orang muslim atau menolak bahaya yang menimpa mereka.”

Dusta dalam tiga perkara ini, telah dikecualikan dengan tegas.

Begitu juga, dalam perkara lain yang terikat dengan kebaikan dirinya atau bagi saudaranya (sesama muslim). Baik dalam urusan harta benda atau kehormatannya.

Sebagaimana orang zalim yang bermaksud mengambil harta seseorang dan ia bertanya: “Di mana hartamu kau simpan?”

Maka orang itu boleh mengingkarinya, dan berkata: “Aku tidak mempunyai harta!” Wallahu a’lam bishshawab.