Ketika Diam Itu Emas

Diam itu Emas
Ilustrasi foto from Pixabay

OPINION, ruber.id – Diam itu emas. Melihat orang yang pendiam memang berkesan, menyegankan, penuh wibawa dan anggun. Berbeda penampilannya dengan orang yang suka mengumbar lidahnya.

Memang, lidah itu amat besar bahayanya. Tidak ada orang yang bisa selamat darinya kecuali dengan diam.

Oleh sebab itulah, agama memuji sikap diam dan bahkan menganjurkannya.

Bahkan, ada sebagian ahli hikmah yang mengatakan “Diam Itu Emas”.

Diam Niscaya Selamat

Berkaitan dengan hal tersebut, Rasulullah SAW juga bersabda: “Barangsiapa yang diam, niscaya akan selamat.” (HR. At-Tirmidzi).

Sahabat Uqbah bin Amir berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW: Ya Rasulullah! Apakah keselamatan itu?”

Beliau menjawab: “Tahanlah lidahmu, dan hendaknya rumahmu memberi keleluasaan bagimu, serta menangislah atas kesalahanmu.” (HR. At-Tirmidzi).

Baca juga:  Problematika Mendidik Anak di Era Sekularisme: Mengurai Solusi Islam untuk Kehidupan Berkeluarga

Keutamaan Diam

Manusia yang waspada pasti akan menyadari, bahwa di dalam pembicaraan seringkali terdapat bencana.

Sedangkan, di dalam diam terdapat keselamatan dan ketenangan. Maka dari itu, keutamaan diam memang amatlah besar.

Di dalam diam ada kemurnian waktu untuk beribadah dan berzikir, selamat di dunia dari perkataan serta selamat di hari perhitungan di akhirat kelak.

Allah SWT berfirman: “Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya .alaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18).

Jenis Ucapan

Pada dasarnya, jenis perkataan itu ada empat. Ini bisa dijadikan petunjuk terhadap keutamaan membiasakan diam.

  1. Ucapan yang berbahaya;
  2. Ucapan yang bermanfaat;
  3. Ucapan yang di dalamnya ada manfaat dan bahaya;
  4. Ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak membahayakan.
Baca juga:  Seruan Mulia untuk Pemuda

Adapun ucapan yang membahayakan, maka wajib berdiam diri dari padanya.

Demikian pula, terhadap ucapan yang di dalamnya ada bahaya dan manfaat, karena manfaat di dalamnya tidak akan sempurna oleh sebab bahaya yang ditimbulkannya.

Sedangkan ucapan yang tidak bermanfaat dan tidak berbahaya, maka ucapan tersebut sebetulnya perkataan yang tidak perlu (tidak berguna).

Sebab, sama halnya dengan menyibukkan diri dengan waktu yang sia-sia serta menceburkan diri ke dalam jurang kerugian yang besar.

Maka, yang tersisa di dalamnya hanya seperempat saja (satu bagian saja). Yakni ucapan yang semata-mata bermanfaat.

Hati-hati Terselip Riya

Setelah gugur tiga perempat bagian, maka kini tinggal seperempatnya saja.

Yang seperempat ini pun, masih harus diwaspadai, karena di dalam ucapan yang bermanfaat pun terselip riya yang halus.

Baca juga:  Penataan Dapil dan Alokasi Kursi Dalam Pemilu 2024

Selain itu, terdapat pula ucapan yang dibuat-buat, mengumpat, membaikan diri dan banyak lagi perkataan samar yang sering kali tidak disadari. Bahwa, ucapannya itu mengandung unsur riya, ujub, maupun hujatan.

Hakikat Manusia

Manusia itu, pada hakikatnya selalu berada dalam keadaan berbahaya. Salah sedikit dalam berucap, maka kemudharatan yang ditimbulkannya besar sekali.

Barang siapa yang mengetahui halusnya lisan, niscaya ia akan mengetahui dengan pasti. Bahwa apa yang telah disebutkan Rasulullah SAW adalah suatu kenyataan tentang adanya efek negatif bagi orang yang tidak bisa menjaga lisannya.

Sampai beliau bersabda: “Barang siapa diam, niscaya selamat.” Wallahu a’lam bishshawab.