KOPI PAGI, ruber.id – Bagi dunia perpustakaan Indonesia, bulan September adalah bulan yang sangat spesial. Karena bulan September adalah Bulan Gemar Membaca, sedangkan tanggal 14 September diperingati sebagai Hari Kunjung Perpustakaan.
Hari Kunjung Perpustakaan berawal dari kekhawatiran pemerintah akan angka melek huruf dan keterampilan membaca yang begitu kecil saat ini di Indonesia.
Padahal dengan membaca, suatu bangsa dapat mewujudkan cita-citanya.
Sejarah Hari Kunjungan Perpustakaan
Pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan dilakukan di Banjarmasin.
Ide tersebut lahir dari pemikiran Mastini Hardjoprakoso yang juga memiliki kedekatan dengan Ibu Negara Tien Soeharto.
Mastini Hardjoprakoso merupakan Kepala Perpustakaan Nasional pertama yaitu pada tahun 1980-1998.
Sebenarnya, semangat membaca bangsa ini sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Namun, semangat tersebut kian meredup seiring dengan globalisasi yang mulai merusak tatanan hidup masyakat Indonesia.
Disebutkan dalam Majalah Himpunan Perpustakaan Chusus Indonesia (HPCI) oleh Mastini Harjo Prakoso, Indonesia pernah menjadi negara yang produktif dalam menerbitkan berbagai judul buku.
Ini berkaitan dengan semangat Presiden Soekarno yang dikenal gemar membaca saat itu.
Terbukti pada tahun 1963, banyak terbitan buku di Indonesia yang dikenal dunia.
Di tahun yang sama juga banyak pihak swasta yang sudah mulai berani membangun berbagai usaha di bidang penerbitan buku.
Hal ini menarik perhatian Amerika sebagai negara Adi Kuasa.
Mereka membeli buku terbitan Indonesia dengan membuka kantor cabang Perpustakaan Nasional Amerika Serikat di Indonesia.
Ini menjadi bukti nyata bahwa dulunya minat membaca masyarakat Indonesia cukup tinggi.
Peringatan Hari Kunjung Perpustakaan ini bisa menjadi solusi yang tepat untuk kembali membangkitkan semangat membaca masyarakat.
Khususnya, di kalangan remaja di Indonesia.
Ditetapkan oleh Presiden Soeharto
Penetapan Bulan Gemar Membaca dan Hari Kunjung Perpustakaan dilaksanakan berdasarkan Surat Kepala Perpustakaan Nasional RI (Mastini Hardjoprakoso) Nomor 020/A1/VIII/1995 tanggal 11 Agustus 1995.
Tentang Usulan Pencanangan Hari Kunjung Perpustakaan pada tanggal 14 September 1995 kepada Presiden.
Kemudian, dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 14 September 1995.
Tujuan dari gerakan ini adalah untuk meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia yang selama ini masih tertinggal dari bangsa lain.
Namun, sejak ditetapkannya Hari Kunjung Perpustakaan hingga sekarang, minat baca di Indonesia rupanya tidak mengalami kenaikan.
Mengutip dari laman perpustakaan[dot]kemendagri[dot]go[dot]id, Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi.
Atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019.
Stigma tersebut yang mengakibatkan Indonesia menjadi rendah daya saingnya.
Selain itu, juga rendah indeks pembangunan SDM-nya, rendah inovasinya, rendah income per kapitanya hingga rendah rasio gizinya.
Itu semua akhirnya berpengaruh pada rendahnya indeks kebahagiaan warga Indonesia itu sendiri.
Maka perlu adanya sisi hulu, termasuk peran negara yang dapat menghadirkan buku yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
Termasuk bagi masyarakat yang tinggal di pelosok.
Total jumlah bahan bacaan dengan total jumlah penduduk Indonesia memiliki rasio nasional 0,09.
Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun.
Sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca.
Sedangkan standar Unesco, minimal 3 buku baru untuk setiap orang setiap tahun.
Di negara Asia Timur seperti Korea, Jepang, China, rata-rata memiliki 20 buku baru bagi setiap orang.
Ini menjadi tantangan bagi negara dan paling mendasar, kenapa budaya membaca di Indonesia rendah.
Dorong Kepala Daerah Tulis Buku Sesuai Lokal Konten
Salah satu solusi yang bisa ditempuh untuk mengurangi rasio keterbatasan buku secara nasional berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah pemangku kepentingan di daerah.
Yaitu agar para bupati, walikota, dan gubernur bertanggungjawab untuk menuliskan buku-buku yang sesuai dengan lokal konten.
Termasuk, terkait asal usul budayanya, asal usul geografisnya, juga potensi SDA, potensi wilayah.
Kemudian, potensi pariwisata di masing-masing daerah itu untuk menghadirkan bahan bacaan yang proper dengan kearifan budaya di masing-masing daerah bagi penduduk di daerah itu.
Hari Kunjungan Perpustakaan kali ini kiranya dapat menyadarkan bangsa Indonesia betapa pentingnya ilmu pengetahuan.
Betapa pentingnya menggeliatkan kegemaran membaca untuk kemajuan Indonesia.
Penulis: Eka katika halim
Editor: R003