Piutang Pokok Ketetapan PBB di Pangandaran Capai Rp1.3 Miliar

KEPALA BPKD Pangandaran Hendar Suhendar. dede/ruang berita

PANGANDARAN, ruber — Total piutang dari pokok ketetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan (P2) di Kabupaten Pangandaran capai Rp1.3 miliar.

BACA JUGA: Alokasi Pupuk Bersubsidi di Pangandaran Capai 17.822 Ton

Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Pangandaran Hendar Suhendar mengatakan, sebesar Rp1.3 miliar tersebut dari 41 desa yang belum mencapai target membayar PBB P2 hingga Desember 2018.

“Dari 93 desa di Kabupaten Pangandaran yang sudah membayar PBB P2 dengan mencapai target atau 100%, baru 52 desa saja,” katanya kepada ruber, Jumat (8/3/2019).

Hendar menuturkan, ada beberapa hambatan dalam penarikan pajak di beberapa desa.

Baca juga:  Target PAD Dishub Pangandaran Tidak Tercapai

Hal itu diketahui setelah pihaknya melakukan evaluasi sementara.

“Di antaranya ada Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang salah; si wajib pajak tidak ada di tempatnya/di luar kota; dan banyak yang susah dalam membayar pajak,” tuturnya.

Maka dari itu, kata Hendar, kepala desa harus segera menginventarisasi segala permasalahaan para wajib pajak.

“Kalau ada salah di SPPT segera lakukan perbaikan. Padahal dulu mereka diberi waktu untuk memverifikasinya,” ujarnya.

Terlebih, tahun sekarang jangka waktu dua bulan desa itu punya kewajiban untuk memverifikasi terlebih dahulu.

“Jadi kalau ada yang salah segera laporkan ke kami, jangan disimpan,” tegasnya.

Terkait para wajib pajak yang ada di luar kota, kata Hendar, harus segera diinformasikan juga untuk dikoordinasi dan dilakukan pengejaran.

Baca juga:  Kronologi Penyelundupan 1 Ton Sabu Jaringan Internasional di Pangandaran

“Kami akan kejar ke kota, mau satu minggu atau satu bulan kalau pajaknya hingga miliaran harus dibayar,” tambahnya.

Hendar menyebutkan, bila piutang tersebut tidak ditindaklanjuti maka akan menjadi beban besar.

Sebab dengan bunga yang terus bertambah.

“Kami khawatir SPPT-nya itu disimpan di desa, tidak diberikan ke orang bersangkutan.”

“Kalau terjadi seperti itu berarti kesalahannya ada di kami (aparat), maka perlu ada kebijakan,” sebutnya. dede ihsan

loading…