BERITA POLITIK, ruber.id – Sebagian pihak masih menganggap praktik politik uang sebagai ancaman serius.
Terutama, bila mencermati laporan dana kampanye yang telah disampaikan capres/cawapres Pemilu 2019 pada Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Terkait politik uang ini, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) bersinergi dengan Founding Father House (FFH) menggelar penelitian terhadap 300 mahasiswa.
Total mahasiswa tersebut, tersebar di Provinsi Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat pada Desember 2018.
Hasilnya, survei atas persepsi masyarakat ini memperlihatkan bahwa kekhawatiran utama dalam Pemilu 2019 adalah maraknya praktik politik uang.
Money Politik ini, berada di peringkat teratas setelah isu suku,bagama dan ras.
Secara rinci, hasil riset tersebut memaparkan bahwa sebanyak 34% responden di Jawa Barat menganggap politik uang mengancam Pemilu 2019.
Sedangkan di Banten, sebanyak 37% responden memberikan penilaian yang sama. Sementara di DKI Jakarta, sebanyak 52%.
FFH Dian Permata, peneliti senior, memandang Money Politik memang selalu muncul dalam tiap tahapan pemilu. Bahkan, di luar tahapan kampanye sekalipun.
“Politik uang ini, merupakan persoalan klasik. Ini terus terjadi, karena solusi tuntasnya, terutama yang berkaitan dengan tindakan preventifnya, tak kunjung ada.”
“Saya kira, harus dicari model baru untuk mitigasinya. Artinya, pencegahan semestinya tidak sebatas di forum-forum, tapi tangkap tangan,” kata Dian, selepas ekspose hasil riset di Kementerian Dalam Negeri.
Dian juga menyoroti, tespons dan perilaku masyarakat di masa tahapan pemilu.
Ada sebagian kalangan yang mau saja menerima uang, tetapi sebenarnya sudah memiliki pilihan sendiri.
“Tetapi, ada juga warga yang menentukan calon tergantung siapa pemberi terbanyak.”
“Persoalan intinya adalah bagaimana mengatasi kelompok masyarakat yang disebutkan terakhir. Yang menjatuhkan pilihan berdasarkan besar kecilnya pemberian,” ujarnya.***