11 Komoditas Dipastikan Aman, ICMI Apresiasi Upaya Kementan Jaga Stabilitas Harga dan Stok Pangan

JAKARTA, ruber.id – Pertanian menjadi sektor penting yang harus didorong dan ditangani secara khusus oleh pemerintah, terutama di tengah pandemi COVID-19.

Berbagai upaya juga telah dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam upaya menjaga ketahanan pangan masyarakat.

Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengapresiasi kinerja Kementan dalam menjaga stabilitas harga dan stok pangan selama wabah virus corona ini.

Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Keanggotaan ICMI Prof Ambo Alla meyakini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mampu mengatasi masalah pangan masyarakat dalam situasi seburuk apapun.

“Tak dipungkiri jika COVID-19 ini membuat masyarakat lesu. Untuk itu diperlukan sosial enginerring agar kembali bangkit terutama menghadapi new normal.”

“Saya percaya, Pak Menteri dapat membangkitkan semangat warga Indonesia,” Guru Besar Pertanian Universitas Hasanudin (Unhas) ini dalam rilis yang diterima ruber.id, Senin (8/6/2020).

Senada, Ketua ICMI Orwil Sulsel Prof Arismunandar menyebutkan, keberhasilan Kementan dalam menjaga ketahanan pangan berbasis pada bukti.

Dia berharap, ke depan sektor pertanian dapat lebih dikembangkan di wilayah Sulawesi Selatan.

“Kami berharap, Sulsel jadi lumbung pangan nasional. Dengan pengembangan pertanian berbasis industri berskala besar,” tuturnya.

Baca juga:  Rayakan Dies Natalis, 20 Mahasiswa Ikuti Sunat Massal

Kementan Pastikan 11 Komoditi Aman Hingga Desember 2020
Sementara itu, Kementan sendiri memastikan 11 komoditi bahan pangan masyarakat yakni beras, jagung, cabai rawit, daging ayam ras, bawang merah, putih, cabai besar, telor ayam, gula pasir, minyak goreng, daging sapi, daging kerbau masih terkendali.

Hal ini terbukti karena seluruh kebutuhan pangan tersebut dapat terpenuhi.

Terutama, ketika menghadapi bulan suci Ramadan dan Lebaran Idul Fitri pada bulan April-Mei 2020.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan, ada beberapa catatan yang menjadi bahan evaluasi Kementan.

Yaitu beberapa jenis komoditi yang sempat ditutupi impor pada April 2020 lalu. Seperti bawang putih, daging sapi, dan gula pasir.

“Persoalan lainnya terpantau dari sisi distribusi, logistik nasional. Lalu pada penyikapan terhadap daerah defisit yang ada,” jelasnya.

Syahrul menjelaskan, untuk kebutuhan utama warga yakni beras, terpantau aman hingga akhir Desember 2020, nanti.

Syahrul menerangkan, ketersediaan stok beras hingga saat ini mencapai 21 juta ton. Dengan perkiraan kebutuhan pada 4 hingga 5 bulan ke depan sekitar 12.5 juta ton.

Baca juga:  Ahli Geologi Unpad: Letusan Gunung Semeru Dipicu Cuaca Ekstrem

“Jadi hingga akhir Juni 2020 masih tersedia atau over stok beras. Gambarannya, dari Desember 2019 terjadi over stock 5.9 juta ton, ini termasuk impor 2 juta ton.”

“Lalu perkiraan produksi beras hingga April 2020 lalu sudah mencapai 11.4 juta ton. Dengan perkiraan kebutuhan 10 juta ton,” ungkapnya.

Menurutnya, stok beras pada Agustus 2020 nanti, akan ada sekitar 8.7 juta ton, dan akan mengalami peningkatan sekitar 7.3 juta ton melalui musim tanam hingga Desember 2020, nanti.

Jika dikalkulasi, lanjut Syahrul, akan ada lebih dari 16 juta ton beras dengan prediksi kebutuhan 9-10 juta ton. Maka dari itu, stok beras sampai akhir Desember 2020 nanti, akan tersisa 6 juta ton.

“Jadi masalah beras dan 11 komoditi lain, masih dapat dikendalikan, meski asumsi-asumsi ini, masih harus menjadi asumsi apligatif di lapangan,” terangnya.

Antisipasi Musim Kemarau
Syahrul menambahkan, meski terbilang aman, Kementan masih terus berupaya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian.

Baca juga:  LMDH Keboncau Ujungjaya Sumedang Siap Makmurkan Petani

Salah satunya, kata dia, yaitu dengan melakukan percepatan musim tanam. Ini dilakukan sebagai antisipasi kekeringan saat musim kemarau tiba.

Syahrul menjelaskan, prediksi BMKG sejak Mei 2020, kekeringan akan terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.

Oleh karena itu, kata Syahrul, sisa hujan pada Juni 2020 harus dapat dikejar.

Kekeringan, kata dia, juga diprediksi akan terjadi di Pulau Jawa, Papua Barat, dan Sumatera. Dan pada bulan Juli, kemarau diprediksi terjadi di Sulawesi Selatan.

“Sehingga hal ini yang harus dikejar, yaitu musim tanam kedua pada akhir Mei dan Juni,” sebutnya.

Intervensi, kata Syahrul, juga dilakukan terhadap 8.6 juta hektare lahan pertanian.

Yang mana, dikonsentrasikan di 8 provinsi andalan, 9 provinsi utama, dan 16 provinsi pengembangan harapan. Maka, hasil produksi beras akan dicapai 12.5 juta ton.

“Tapi, kami optimistis akan terus meningkat hingga 15 juta ton pada akhir Desember 2020 nanti,” terangnya. (R007/Moris)

BACA JUGA: Masalah Pangan saat New Normal, Ini Strategi Kementan