BERITA NASIONAL, ruber.id – Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi tradisi setiap Lebaran tiba. Hal ini banyak dinantikan oleh masyarakat, terutama yang hendak mudik.
THR banyak dimanfaatkan untuk berbelanja kebutuhan Lebaran, mulai dari kue hingga baju.
THR merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang hari raya keagamaan dalam bentuk uang tunai yang disesuaikan dengan lama bekerja dan agama yang dianut pekerja.
Pemberian THR oleh perusahaan kepada pekerja sudah lama menjadi ciri khas budaya Indonesia yang diatur oleh pemerintah.
Sejarah THR di Indonesia
Melansir dari CNN Indonesia, kebijakan pemberian THR lahir pada 1951, sebagai program kabinet Soekiman Wirjosandjojo di era pemerintahan Soekarno. Saat itu, THR hanya diberi kepada pamong praja atau yang kini disebut sebagai PNS.
Saat itu, THR diberikan dalam bentuk beras atau sembako serta uang tunai berkisar Rp125 sampai dengan Rp200 atau setara dengan Rp1.100.000-Rp1.750.000 saat ini. Itu semua diberikan agar kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dan ekonomi bisa bergerak.
Sebenarnya, ketika itu, ada unsur politis yang diselipkan dalam pemberian THR, yakni supaya PNS memberikan dukungan kepada kabinet yang sedang berjalan.
Namun pada 1952, program ini menuai protes dari kaum buruh. Mereka merasa tidak adil jika THR hanya diberikan untuk PNS.
Oleh karena itu, pemerintah akhirnya menerbitkan Surat Edaran Nomor 3667/1954 yang mengatur pemberian THR bagi pekerja swasta. Yakni berupa seperduabelas dari gaji yang diterima dalam rentan waktu satu tahun alias gaji sebulan. Namun, pemberiannya belum bersifat wajib.
Barulah sekitar tahun 1994, pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk memberi THR kepada pekerja yang telah bekerja minimal tiga bulan kerja. Kebijakan itulah yang kemudian menjadi cikal-bakal kebijakan THR saat ini.
Perubahan Kebijakan Terkait THR
Selama kurun waktu dua dekade terakhir, kebijakan THR ini mengalami banyak perubahan. Khususnya, saat diterbitkan UU Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan.
Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa THR dibayar penuh untuk masa kerja minimal satu tahun dengan besaran satu bulan gaji. Sementara, untuk pekerja di bawah satu tahun, THR diberikan secara proporsional.
Pada 2016, pemerintah merevisi THR lagi dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang THR non-upah yang diberikan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya keagamaan masing-masing pekerja.
Lalu, pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 dan 19/2018 tentang THR dan gaji ke-13.
Dalam peraturan itu, PNS, pensiunan PNS, anggota TNI dan Polri, pejabat, gubernur, wali kota, bupati dan wakilnya berhak mendapatkan THR dan gaji ke-13.
Pada 2020 lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengizinkan perusahaan swasta melakukan tunda atau cicil pembayaran THR tapi harus diselesaikan pada tahun itu juga.